"Dulu ada kejadian yang hampir sama denganmu. Sayangnya korban tak terselamatkan hingga nyawanya melayang." Dia mulai bercerita. Aku tak tahu maksudnya tapi siap kudengarkan kapan saja.
"Ah, maaf! Salam kenal aku Juna." Dia mengulurkan tangannya sebagai bentuk ramah tamah.
"Mega."
Juna tersimpul lantaran menengadah. "Baiklah langsung ke intinya saja, jadi kau bertemu dua pengamen cilik itu Tomi dan Tama?"
Aku mengangguk kikuk. Kurasakan desiran aneh yang menjalar di sekitar predaran darah. Sial! Akankah aku terkena jebakan romansa?
"Aku juga sempat bermain dengan mereka. Setiap kali aku pulang kuliah mereka selalu saja menyambutku dengan senyum malaikatnya lalu menghibur hatiku di kala gunda dengan nyanyian mereka."
Desiran menyebalkan itu kusingkirkan segera setelah mendengar ceritanya. "Setelah itu apa yang terjadi?"
"Tama, memaksa saudara kembarnya Tomi untuk menyanyikan lagu terlarang. Sampai hal buruk menimpaku. Lagu itu, lagu itu adalah sebuah kutukan semasa hidup mereka---" Suaranya terdengar bergetar, kedua tangannya mengepal kuat. Juna menggantungkan ucapannya.
Aku terhenyak sejenak. Kejadian Juna hampir serupa denganku. Sampai-sampai aku terjingkat ia memegang kedua bahuku. Dia gemetar hebat, keringat dinginnya menetes-netes, dan alisnya saling bertaut. "Kau harus membantuku Mega sebelum memakan banyak korban!"
"Tunggu, kau bilang memakan banyak korban? Berarti aku sudah---"
"Kau benar Mega, dua hari yang lalu adalah upacara pemakamanmu."