Mohon tunggu...
Mochamad
Mochamad Mohon Tunggu... -

alumnus jurusan Hubungan Internasional Universitas Prof.Dr. Moestopo peminat studi politik dan kajian Rusia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Fase Keamanan dan Terorisme di Indonesia

8 Agustus 2009   23:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:51 1177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terorisme kini memang sudah menjadi sebuah persoalan keamanan internasional pasca serangan 11 September 2001 dan menjadi sebuah isu non konvensional baru pasca perang dingin. Isu Terorisme merupakan sebuah isu yang menarik untuk dikaji secara mendalam karena karakteristiknya yang unik dibandingkan isu-isu internasional lainnya, khususnya isu non konvensional. Terorisme sebagai sebuah isu non konvensional dikatakan sebagai sebuah isu yang menarik untuk dikaji secara mendalam karena isu ini melibatkan kekuatan militer atau kekuatan konvensional untuk menumpasnya dan karakteristik dari aktor pelakunya bersifat lintas batas negara (borderless state actor). Selain itu, terorisme memiliki jaringan internasional yang kuat layaknya sebuah perusahaan multinasional dan ide-ide yang digaungkan biasanya tidak hanya merepresentasikan ide sebuah golongan di dalam sebuah kawasan namun bersifat intercontinental link of idea.

Dewasa ini, terorisme menjadi sebuah hal yang dikhawatirkan untuk merangsek kedalam suatu negara, selain karena pelakunya merupakan seorang warga sipil dan bisa membangun jaringan dengan aktor teroris lain diluar kawasan, keberadaan teroris didalam suatu negara dapat menjadi sebuah ancaman keamanan, resiko keamanan, dan bencana keamanan bagi stabilitas keamanan sebuah negara(bantarto bandoro;2008).

Secara khusus terkait dengan keberadaan jaringan terorisme didalam sebuah negara, sebuah studi kasus yakni Indonesia mengalami sebuah insurgensi menyangkut persoalan terorisme di dalam situasi keamanan nasionalnya. Indonesia kini sudah terpapar kepada tahap bencana keamanan dimana masyarakat secara aktual sudah berhubungan langsung dengan resiko dan masyarakat menghadapi sebuah penderitaan yang serius bahkan kematian.

Tragedi Bom Bali 2003, 2005, Bom Kuningan, Bom J.W Marriot ke-1 dan Ke-2 serta bom Ritz Carlton yang meledak bersamaan dengan Bom J.W Marriot ke-2 merupakan sebuah bukti terpaparnya manusia Indonesia kepada sebuah bencana keamanan yang bersifat kemanusiaan (people centric) bukan bersifat kenegaraan (state centric). Jika masyarakat di dalam suatu wilayah atau rakyat didalam sebuah negara status keamanannya berada dalam keadaan terancam, dalam topik ini keamanan yang bersifat militeristik, maka tentara dan polisi sebagai pengaman negara dan pengaman rakyat memiliki sebuah kewajiban untuk menciptakan sebuah kondisi masyarakat dan rakyat yang jauh dari ancaman keamanan terorisme.

terorisme, negara, dan penanggulangan

Bom 17 Juli silam secara faktual telah menghentakan publik domestik dan publik internasional. Isu terorisme yang selama 5 tahun kebelakang di masa pemerintahan pertama pemerintahan presiden SBY hanya merupakan sebuah ancaman keamanan, kini menjadi sebuah resiko dan bencana keamanan bagi pemerintahan SBY yang akan memasuki pemerintahan keduanya beberapa bulan mendatang.

Komentar Presiden SBY sesaat setelah bom 17 juli silam menuai beragam protes dari beragam kalangan. politisasi pemboman marriot dan ritz carlton dipandang bukanlah merupakan sebuah pernyataan yang bijak dari seorang kepala negara untuk rakyatnya yang sedang terpapar oleh suatu bencana keamanan. Dugaan percobaan pembunuhan kepala negara menjadi alibi utama terkait hasil pemilu presiden dan wakil presiden yang muncul dalam pernyataan presiden pasca pengeboman tersebut.

Baru-baru ini, masyarakat dihadapkan kepada sebuah drama adanya penangkapan teroris yang diduga kuat merupakan mindmaster dari aksi pengeboman yang terjadi di Indonesia yaitu Nurdin M Top. Pemberitaan di media yang sangat gencar memberitakan bahwa nurdin telah terbunuh dalam drama penyergapan panjang selama 17 jam di sebuah di kota Temenggung. Pada saat yang bersamaan diberitakan pula terjadi penyergapan di sebuah rumah di kawasan Jati Asih, Bekasi yang menjadi tempat persembunyian kakitangan Nurdin dimana di dalam rumah itu ditemukan bahan baku bom yang siap meledak dan diduga dipilihnya lokasi Jati Asih karena tidak jauh dari kediaman Presiden SBY dan diduga ada rencana teror ditujukan untuk Puri Cikeas.

Salut atas kinerja Polisi yang berhasil melucuti otak pergerakan teror bom di Indonesia, namun ada sebuah hal yang harus dicermati perihal insiden bom 17 Juli pagi, pernyataan Presiden setelah insiden yang kontroversial, dan berita pembunuhan Nurdin serta informasi teror untuk Cikeas. Rakyat Indonesia sangat berharap pada polisi dalam mengungkap jaringan teroris Nurdin. Rakyat merasa akibat adanya jaringan tersebut keamanannya terancam, namun ketika bom 17 Juli silam meledak disertai dengan pernyataan Presiden yang kontroversial seolah-olah hanya keamanan Presiden yang terancam dan terpapar oleh sebuah ancaman yang nyata yang beliau tunjukan melalui serangkaian foto. Setelah berita penyergapan dan pembunuhan Nurdin ada segelintir pernyataan ditengah masyarakat yang bertanya, apa betul Nurdin telah terbunuh? dan terkait dengan pengungkapan adanya rencana teror dari Jati Asih menuju Cikeas kembali muncul sebuah pertanyaan apakah ini pembuktian dari Presiden SBY di pagi 17 Juli silam?

Tulisan ini tidak membahas jawaban dari pertanyaan diatas, namun tulisan ini berupaya menggugah implikasi keamanan atas adanya fenomena sosial baru atas penyergapan dan pembunuhan Nurdin. Penyergapan dan pembunuhan Nurdin bisa menjadi sebuah kemajuan dalam fase keamanan sebagaimana telah disinggung diawal. Seperti halnya penangkapan dan hukuman mati bagi Amrozi dkk beberapa waktu silam, kejadian tersebut memberikan efek kepada masyarakat sosial bahwa resiko dan bencana keamanan telah berhasil diminimalisir dengan catatan bahwa aktor yang diyakini memiliki pengaruh besar dan kemampuan besar untuk melakukan gerakan teror seperti Amrozi dkk telah dijinakkan dan di binasakan.

Namun, untuk kasus Temenggung dan Jati Asih, apakah penyergapan itu dan pembunuhan yang belum bisa diyakini itu Nurdin mampu memberikan security guarantee kepada masyarakat terpapar bencana keamanan terorisme? Publikasi rencana Jati Asih secara kronologis boleh jadi menguatkan pernyataan SBY akan dirinya yang terpapar oleh bencana keamanan, bagaimana dengan masyarakat pada umumnya apakah mereka sudah terbebas dari bencana keamanan atas peristiwa tersebut? Jika ini hanya pelurusan atas pernyataan SBY maka masyarakat sebenarnya masih terpapar oleh resiko dan bencana keamanan terorisme yang nyata dan dekat dengan kematian, namun jika ini murni merupakan penyergapan dan pembunuhan Nurdin, isu terorisme di Indonesia hanya menjadi sebuah ancaman keamanan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun