Mohon tunggu...
Fabianus Keane Karnaen
Fabianus Keane Karnaen Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Pelajar SMA

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menanggapi Teks "Merindukan Sosok Pemimpin Humoris" oleh Ari Indarto

16 Mei 2023   09:00 Diperbarui: 20 Mei 2023   13:50 497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Artikel ini sebagai tanggapan atas artikel berjudul "Merindukan Sosok Pemimpin Humoris" yang ditulis oleh Ari Indarto.

Saya sangat mengapresiasi penulis yang telah memberikan wawasan baru mengenai variasi selingan saat berpidato atau bercakap cakap, yakni dengan menggunakan anekdot. Anekdot sendiri merupakan salah satu jenis teks yang mengandung unsur humoris secara garis besar. Seperti pada artikel, salah satu contoh orang yang sering menggunakan anekdot adalah presiden RI yang ke-4 yakni Abdurrahman Wahid atau yang lebih dikenal dengan nama Gus Dur. Menurut artikel, Gus Dur merupakan sosok presiden yang humoris, terbukti dari banyaknya teks anekdot yang dihasilkan dari sosoknya. 

Kerap kali Gus Dur menyelipkan anekdot anekdot ini ke dalam pembicaraan atau pidatonya. Selain untuk menghibur, rupanya teks anekdot juga memiliki fungsi kedua yang tidak kalah penting, yakni untuk menyampaikan kritik/pesan secara humoris. Hal ini menjadi penting, karena pendengar menjadi lebih tidak jenuh dikarenakan sifat teks anekdot tadi yang menghibur. Selain itu, penyampaian kritik melalui anekdot juga dapat meminimalisir kemungkinan pendengar untuk tersinggung atas kritik yang disampaikan. 

Penyisipan teks anekdot di dalam pidato atau pembicaraan merupakan salah satu alternatif agar pendengar tidak merasa jenuh terhadap pembicara.  Saya melihat bahwa sebagian besar teks anekdot didesain untuk menjadi teks yang ringan dibaca. Artinya, kandungannya tidak terlalu berbobot dan memang hanya berfungsi untuk menyampaikan cerita lucu. Menyampaikan kritik merupakan tujuan kedua, karena sesuai namanya, anekdot, teks ini memang mengandung unsur kejenakaan. 

Yang menjadi berbahaya adalah ketika teks ini disampaikan pada saat dan situasi yang tidak tepat. Dari yang awalnya bersifat menghibur, dapat serta merta membuat lawan bicara tersinggung. Hal ini dapat dilihat ketika Bapak Abdurrahman Wahid menyampaikan anekdot mengenai penyamaan DPR dengan taman kanak kanak. 

Adapun situasinya seperti ini: Saat itu, Kang Maman dan Gus Dur berbincang santai di Masjid Al Munawaroh, Ciganjur, Jakarta Selatan. Kepada ulama muda yang memiliki kedekatan personal dengannya, Gus Dur tak sungkan menyatakan penyesalannya itu. 

"Saya menyesal menyamakan DPR dengan taman kanak-kanak," ungkap Gus Dur. Kang Maman spontan menanggapi. "Kenapa? Karena itu lembaga negara ya?" "Bukan itu, saya merasa berdosa telah meremehkan anak-anak yang suci, cerdas dan kreatif dengan anggota DPR yang kotor dan kreatif mencari celah mencari uang," jawab Gus Dur dengan lugas. Dapat dilihat dampak dari penyampaian ini adalah kontroversi di berbagai pihak

Penyunting: VF/34

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun