Mohon tunggu...
Fabian Rangga Putra
Fabian Rangga Putra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa, Universitas Brawijaya Malang

Saya adalah mahasiswa Jurusan Sosiologi, Universitas Brawijaya. Hobi dan organisasi berkutat di dunia bola basket, namun rasa ingin tahu menjalar ke berbagai hal seperti kepenulisan, membaca, menulis, dan desain grafis. Tergolong masih pemula dalam kepenulisan dan berusaha sebaik mungkin mengembangkan kemampuan menulis saya melalui laman Kompasiana ini. So, enjoy my text and imagine that idea and happy reading!!!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Profesi Gamers sebagai Kritik Mematikan Atas Narasi Kuliah-Sukses (Kritik Matinya Narasi Besar J.F Lyotard)

7 Juli 2022   10:00 Diperbarui: 7 Juli 2022   10:11 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Jean-Francois Lyotard adalah salah satu tokoh yang pertama kali memperkenalkan istilah dan konsep bernama postmodernisme dalam bidang studi filsafat dan ilmu pengetahuan di sekitar tahun 1970-an. Bukunya yang berjudul "The Postmodern Condition: A Report On Knowledge" dianggap sebagai literatur peletak dasar pertama dari kritik terhadap modernisme yang memunculkan istilah post-modernisme (Setiawan & Sudrajat, 2018). Lyotard mengartikan postmodernisme sebagai segala bentuk kritik atas pengetahuan yang bersifat universal, kritik terhadap metafisik, bahkan kritik terhadap modernisme itu sendiri. Dari pengertian di atas dapat diambil bahwa ruang lingkup kritik postmodernisme ini melingkupi produk modernisme dan modernisme itu sendiri. Dua hal inilah yang menurut Lyotard sebagai sasaran kritik postmodernisme. Dalam pengertian lebih lanjut, postmodernisme juga dimaknai sebagai suatu pergerakan ide yang menggantikan ide-ide besar di zaman modernisme. Ciri khas dari kritik postmodernisme adalah sifatnya yang dekonstruktivisme, skeptisme, relativisme, dan pluralisme. Postmodernisme seakan menjadi narasi kritik yang mematikan narasi besar modernisme yang telah berdiri selama puluhan hingga ratusan tahun.

Gejala dari postmodernisme sendiri sudah terlihat dan menjalar ke berbagai sendi kehidupan manusia. Hal ini diawali dengan masuknya modernisme terlebih dahulu ke sendi-sendi kehidupan manusia, namun modernisme yang telah menjalar dinilai gagal dalam mewujudkan masyarakat yang berkemajuan, beradab, dan berkedamaian. Kegagalan modernisme di berbagai sendi kehidupan ini akhirnya berakibat pula pada perkembangan postmodernisme di berbagai sendi-sendi kehidupan manusia. Modernisme yang mengusung perkembangan rasionalisme, materialisme, dan kapitalisme dalam kehidupan manusia dinilai tidak mampu membawa masyarakat menuju kemajuan dan kemanusiaan. Di beberapa bidang mungkin modernisme membawa kemajuan tersendiri, namun kita tidak dapat menutup mata terhadap bencana yang juga dibawa modernisme. Peperangan, genosida, krisis lingkungan, marjinalisasi, konflik politik, hingga konflik agraria adalah beberapa bencana yang dibawa oleh modernisme. Dalam konteks pengetahuan, modernisme juga secara tidak langsung bertanggung jawab atas merosotnya dan lunturnya nilai-nilai lokal dan nilai religius yang bahkan berkembang terlebih dahulu sebelum modernisme.

Seperti yang telah disebutkan di paragraf sebelumnya bahwa modernisme telah menyentuh berbagai sendi-sendi kehidupan manusia. Kemudahan, kemajuan, dan keefektifan yang dibawa modernisme sukses membawanya masuk secara masif dalam diri manusia dan masyarakat. Salah satu sendi kehidupan manusia yang tersentuh oleh modernisme adalah sektor pendidikan. Pendidikan adalah salah satu kebutuhan utama kehidupan manusia. Pendidikan mendidik manusia agar bisa bertahan hidup, mengembangkan dirinya, dan berkembang serta hidup bersama dalam satu masyarakat. Masuknya modernisme membuat pendidikan masa modern menjadi terbirokrasi dan diciptakan berjenjang. Jenjang pendidikan diciptakan secara vertikal sehingga semakin tinggi pendidikan manusia maka akan semakin besar manusia tersebut akan sukses dalam kehidupannya di masa modern. Jenjang pendidikan vertikal ini oleh modernisme digabung dengan standar perekrutan pekerja di berbagai institusi. Hal ini mengakibatkan kebutuhan akan pendidikan tinggi semakin meningkat. Institusi industri di zaman modern merekrut para pekerjanya yang memiliki kompetensi pendidikan yang tinggi dan kompetensi tinggi hanya didapat di bangku kuliah atau universitas. Oleh karena itu, di banyak sistem perekrutan kerja terdapat persyaratan pendidikan minimal, semakin tinggi jabatan yang ingin didapatkan maka semakin tinggi juga kebutuhan akan kompetensi pendidikan tinggi. Asumsinya apabila seorang memiliki pendidikan yang tinggi maka skill yang dimilikinya cenderung lengkap dan dapat memenuhi kebutuhan perusahaan industri. Sebaliknya, mereka yang tidak mampu mengakses pendidikan tinggi akan dinilai tidak memiliki skill dan kompetensi sehingga pekerjaan yang didapat cenderung pekerjaan yang tidak membutuhkan skill khusus. Hal ini berakibat pada pendapatan mereka yang berpendidikan rendah juga memiliki pendapatan yang rendah. Seperti itulah gambaran sistem yang diciptakan modernisme terutama dalam korelasi antara bidang pendidikan dengan bidang industri.

Namun, seiring berjalannya waktu dan perkembangan internet serta media sosial yang begitu masif sistem ini seolah-olah seperti tidak relevan lagi di beberapa momen. Kebutuhan akan pendidikan berimplikasi pada meningkatnya jumlah mahasiswa, namun tidak dibarengi dengan perkembangan dan pemerataan fasilitas pendidikan, dikuranginya kebebasan berpendapat di kalangan akademisi, serta media sosial yang mengakibatkan banjir informasi sehingga seperti yang dikatakan Zygmunt Bauman sebelumnya bahwa terjadi pendangkalan informasi di era banjir informasi. Kompetensi mahasiswa seakan di beberapa waktu tidak relevan dan tidak sesuai kebutuhan industri yang harus up to date dengan perkembangan. Data dari BPS menyebutkan bahwa jumlah sarjana menganggur di Indonesia bulan Februari tahun 2021 saja mencapai 999.543 lulusan sarjana menganggur (Pusparisa, 2021). Peningkatan jumlah mahasiswa juga tidak dibarengi dengan pembukaan lapangan kerja yang memadai sehingga mahasiswa sekarang banyak dituntut untuk menjadi wirausahawan. Kemajuan pendidikan yang diagung-agungkan oleh modernisme melalui institusi universitas dan keterhubungan sistem perekrutan kerja dengan institusi pendidikan ternyata tidak mampu mewujudkan pemerataan kerja di kalangan lulusan sarjana. Universitas bisa dianggap overproduction dalam mencetak lulusan siap kerja namun negara tidak mengimbanginya dengan lapangan kerja.

Di sisi lain, media sosial yang kini telah masuk dalam masyarakat secara masif, ternyata di beberapa momen menciptakan lapangan kerja dan jenis pekerjaan baru di dunia digital. Dunia digital di masa media sosial kini seakan menjadi 'lahan kosong' yang bebas ditempati, dikembangkan, dan diperjual-belikan. Di dunia nyata, mungkin kita bisa menjual tanah, hasil alam, atau bahkan sumber daya alam kepada individu atau institusi lain. Sama dengan dunia nyata, dunia virtual juga menyediakan 'tanah' berbentuk akun yang memungkinkan kita memajang versi terbaik diri kita, dagangan kita, atau bahkan perkembangan karir kita. Keberadaan lahan kosong inilah yang menjadikan banyak individu mengalihkan mata pencahariannya menuju dunia virtual di masa postmodernisme ini.

Salah satu profesi baru yang muncul di masa postmodernisme adalah gamers. Profesi gamers dapat dimengerti sebagai orang yang mendapatkan uang dari bermain game, baik melalui kompetisi game, streaming, berbagi tips tentang bermain game, atau penjualan merchandise tim gamers tersebut. Gaji seorang gamers memang tidak bersifat rutin dan jumlah tetap seperti seorang pegawai kantor. Gaji gamers ditentukan oleh dirinya sendiri, dalam artian besar-kecil gajinya tergantung kualitas konten, skill, viewers, subscribers, dan fans-nya. Seorang gamers bisa meraup puluhan hingga ratusan juta rupiah ketika memenangkan sebuah kompetisi gaming, namun bisa juga dalam satu waktu tidak memiliki penghasilan sama sekali. Namun, profesi ini tidak memiliki persyaratan khusus berupa kompetensi pendidikan, semua orang bebas menjadi gamers asalkan memiliki modal baik berupa material atau skill. Kebebasan berselancar di dunia digital juga menjadikan semua orang bebas dan bisa menjadi seorang gamers.

Tidak dibutuhkannya kompetensi pendidikan untuk menjadi seorang gamers serta gaji yang terbanding jauh menjadikan profesi gamers sebagai sebuah kritik postmodernisme terhadap sistem yang telah tercipta oleh modernisme. Narasi mengenai keuntungan dan kemungkinan menjadi gamers bisa menjadi narasi yang akan menumbangkan narasi yang mengatakan bahwa kalau ingin sukses dan kaya, maka harus kuliah. Profesi gamers seakan mengatakan bahwa hanya dengan bermain games, yang dulu dinarasikan game merusak otak dan membuat kecanduan, seorang bisa menjadi terkenal, kaya, dan sukses. Tulisan ini bukan ingin mengatakan bahwa kuliah yang menjadi tidak penting karena munculnya antitesis bernama gamers. Namun, tulisan ini ingin mengatakan bahwa sukses di dunia baik modern maupun postmodern ternyata ditentukan oleh kemauan dan kerja keras individu itu sendiri. Mengikuti alur sistem modern untuk menjadi sukses, seperti menganggap kuliah sebagai 'syarat' untuk sukses, di satu momen tertentu akan terasa tidak relevan dengan kemunculan antitesis lain seperti gamers, YouTuber, trader saham, dan lain-lain.

Daftar Pustaka

Pusparisa, Y. (2021). BPS: Sarjana yang Menganggur Hampir 1 Juta Orang pada Februari 2021. Databooks.Katadata.Co.Id. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/05/31/bps-sarjana-yang-menganggur-hampir-1-juta-orang-pada-februari-2021

Setiawan, J., & Sudrajat, A. (2018). Pemikiran Postmodernisme Dan Pandangannya Terhadap Ilmu Pengetahuan. Jurnal Filsafat, 28(1), 25. https://doi.org/10.22146/jf.33296

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun