Ketika kita membicarakan tentang konsumerisme maka, konotasi negatif akan muncul di benak kita. Mengapa demikian? Pada dasarnya, konsumerisme merupakan paham yang mengutamakan keinginan dibanding kebutuhan. Jika kita melihat sejarah, konsumersime memiliki hubungan yang erat dengan kapitalisme dan Revolusi Industri.
Inggris, tahun 1760 -- 1830 terjadi sebuah peristiwa yang bernama Revolusi Industri. Secara tidak langsung peristiwa ini meng-kickstart pertumbuhan kapitalisme. Mesin-mesin bertenaga manusia berganti menjadi mesin uap yang menyesakkan kota-kota di Inggris. Â Revolusi Indsutri membawa dampak yang begitu besar terhadap kehidupan masyarakat Inggris saat itu. Salah satu contohnya ialah lahirnya sebuah kelas masyarakat industrialis kelas atas yang baru. Masyarakat industrialis ini menguasi alat-alat produksi seperti pabrik, mesin, dan bahan baku yang diperlukan.Â
Tentu saja, memaksimalkan keuntungan adalah tujuan utama dari para masyarakat kelas baru tersebut. Mesin uap yang merupakan teknologi terbaru memungkinkan untuk memproduksi suatu barang dalam jumlah yang besar dan cenderung lebih murah. Hal ini membuat jumlah permintaan terus meningkat dari konsumer. Pada saat itu, paham kapitalisme semakin berkembang bahkan sampai ke negara-negara lain.
Kapitalisme sebagai sistem ekonomi memiliki banyak manfaat, baik itu secara positif maupun negatif. Sistem pasar bebas menguntungkan masyarakat karena tidak ada campur tangan dari pemerintah untuk menentukan harga. Kekuatan yang bermain di sini adalah murni supply and demand. Hal ini membuat banyak individual berlomba-lomba untuk menjadi seorang businessman. Kaum kapitalis sangat diuntungkan pada era ini karena mereka mendapat keuntungan yang belum pernah mereka dapatkan sebelumnya.Â
Perkembangan kapitalisme secara luas ini tentu saja memiliki kelemahan dan sisi negatif. Dalam sebuah buku berjudul "Das Kapital" karya Karl Marx terdapat berbagai macam kritik terhadap kapitalisme. Marx berpendapat kapitalisme didasarkan oleh eksploitasi kaum buruh dan menciptkan kesenjangan sosial-ekonomi. Selain itu Marx juga mengkritik tentang konsumerisme yang menjadi budaya.
Marx memiliki pandangan yang menarik terhadap konsumerisme. Ia menganggap para buruh yang terpaksa bekerja untuk memenuhi kebutuhannya menjadi teralienasi. Perilaku konumsi dijadikan sebagai pemenuhan kreatif para kaum buruh. Konsumerisme sendiri merupakan sebuah fenomena sosial-ekonomik yang berkembang setelah Perang Dunia II dan Perang Dingin.Â
Konsumerisme didorong oleh keyakinan bahwa peningkatan konsumsi mengarah pada peningkatan kesejahteraan. Keyakinan ini diperkuat oleh budaya yang menciptakan keinginan akan produk baru dan mempromosikan materialisme. Pada akhirnya, keinginan akan produk baru ini memicu pertumbuhan ekonomi dan mendorong perluasan pasar.
Salah satu ciri utama konsumerisme adalah pentingnya kepemilikan barang-barang material. Konsumsi barang dan jasa dipandang sebagai cara untuk menunjukkan status sosial dan menunjukkan identitas seseorang. Hal ini menyebabkan munculnya brand (merek), yang dipasarkan sebagai simbol status dan identitas. Orang didorong untuk membeli produk bermerek tidak hanya karena kualitas dan fungsinya, tetapi juga karena status yang mereka berikan.
Ciri lain dari konsumerisme adalah penekanan pada novelty atau sesuatu yang serba baru. Produk baru terus diperkenalkan ke pasar, dan konsumen didorong untuk mengikuti tren dan mode terkini. Hal ini dapat mengarah pada budaya sekali pakai, di mana produk dengan cepat dibuang dan diganti dengan barang yang lebih baru dan lebih relevan.
Kapitalisme dan konsumerisme akan selalu berkaitan karena kapitalisme mengandalkan permintaan konsumen untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Dalam sistem kapitalis, bisnis berusaha menghasilkan barang dan jasa yang ingin dibeli orang, dan mereka bersaing satu sama lain untuk melakukan hal tersebut. Persaingan ini dapat mengarah pada inovasi, harga yang lebih rendah, dan pilihan konsumen yang lebih banyak.Â
Konsumerisme memainkan peran besar disini. Budaya konsumerisme akan mendorong orang untuk membeli lebih banyak barang dan jasa, yang mendorong pertumbuhan ekonomi dan keuntungan bagi bisnis. Trik-trik pemasaran sering digunakan untuk menciptakan dan mempertahankan permintaan konsumen, karena perusahaan berusaha meyakinkan orang bahwa produk mereka akan memenuhi segala hasrat konsumen.
Melihat kembali kritik Marx terhadap kapitalisme, bahwa kapitalisme didasarkan atas eksploitasi kaum buruh. Pada akhirnya, konsumerisme dapat berdampak negatif pada pekerja (kaum buruh) dan produsen. Tekanan untuk menjaga agar harga tetap rendah dan keuntungan tinggi dapat menyebabkan praktik perburuhan yang eksploitatif, seperti upah rendah, jam kerja yang panjang, dan  kerja yang buruk. Hal ini dapat dilihat dalam kasus rantai pasokan global, di mana produk diproduksi di negara berkembang dengan perlindungan tenaga kerja yang lebih lemah.Â
Selain itu, fokus pada profitabilitas dapat mengarah pada pengabaian terhadap masalah lingkungan dan sosial, seperti dampak produksi terhadap komunitas dan ekosistem lokal.
Banyak kritik yang dilontarakan terhadap budaya konsumerisme. Kritik tersebut berpendapat bahwa terdapat beberapa dampak negatif pada individu, masyarakat, dan lingkungan. Mereka berpendapat bahwa konsumersime mempromosikan materialisme dan konsumsi berlebihan, yang dapat menyebabkan ketimpangan sosial, utang, dan degradasi lingkungan. Proses produksi sampai transportasi barang dan jasa menghabiskan banyak energi serta sumber daya. Hal ini menyebabkan emisi gas rumah kaca dan dampak lingkungan lainnya. Pembuangan produk juga dapat menghasilkan limbah dan berkontribusi terhadap polusi.
Meskipun demikian, masyarakat dan mungkin kita sendiri masih terus menerus menhikuti budaya konsumerisme. Apalagi dengan kemunculan media sosial yang semakin memudahkan kita untuk semakin terjerumus lebih dalam. Kita semakin terbiasa melihat orang-orang memamerkan kekayaannya secara berlebihan. Akankah budaya konsumerisme yang telah mengakar pada diri kita dapat dicabut? Atau justru dengan kemudahan akses teknologi, konsumerisme telah berhasil mengasimilasi menjadi bagian dari aspek kehidupan kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H