Melihat kembali kritik Marx terhadap kapitalisme, bahwa kapitalisme didasarkan atas eksploitasi kaum buruh. Pada akhirnya, konsumerisme dapat berdampak negatif pada pekerja (kaum buruh) dan produsen. Tekanan untuk menjaga agar harga tetap rendah dan keuntungan tinggi dapat menyebabkan praktik perburuhan yang eksploitatif, seperti upah rendah, jam kerja yang panjang, dan  kerja yang buruk. Hal ini dapat dilihat dalam kasus rantai pasokan global, di mana produk diproduksi di negara berkembang dengan perlindungan tenaga kerja yang lebih lemah.Â
Selain itu, fokus pada profitabilitas dapat mengarah pada pengabaian terhadap masalah lingkungan dan sosial, seperti dampak produksi terhadap komunitas dan ekosistem lokal.
Banyak kritik yang dilontarakan terhadap budaya konsumerisme. Kritik tersebut berpendapat bahwa terdapat beberapa dampak negatif pada individu, masyarakat, dan lingkungan. Mereka berpendapat bahwa konsumersime mempromosikan materialisme dan konsumsi berlebihan, yang dapat menyebabkan ketimpangan sosial, utang, dan degradasi lingkungan. Proses produksi sampai transportasi barang dan jasa menghabiskan banyak energi serta sumber daya. Hal ini menyebabkan emisi gas rumah kaca dan dampak lingkungan lainnya. Pembuangan produk juga dapat menghasilkan limbah dan berkontribusi terhadap polusi.
Meskipun demikian, masyarakat dan mungkin kita sendiri masih terus menerus menhikuti budaya konsumerisme. Apalagi dengan kemunculan media sosial yang semakin memudahkan kita untuk semakin terjerumus lebih dalam. Kita semakin terbiasa melihat orang-orang memamerkan kekayaannya secara berlebihan. Akankah budaya konsumerisme yang telah mengakar pada diri kita dapat dicabut? Atau justru dengan kemudahan akses teknologi, konsumerisme telah berhasil mengasimilasi menjadi bagian dari aspek kehidupan kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H