Mohon tunggu...
Muhammad Farhan Hamami
Muhammad Farhan Hamami Mohon Tunggu... -

Sedang mencoba untuk belajar menulis, menemukan kembali gairah menulis yang pernah hilang..

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sabtu Sore di Sebuah Kedai Kopi

13 Maret 2011   08:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:50 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13000050541292277813

[caption id="attachment_94815" align="alignleft" width="300" caption="www.coffeelycious.com"][/caption] Sabtu sore di sebuah kedai kopi, sendiri, entah untuk yang keberapa kali. Tiga sendok gula ku tuangkan ke dalam cangkir, tiga menit lagi panas kopi Mandailing akan memenuhi cangkir. Aku menyalakan rokok dan menghisapnya dalam ketika seorang perempuan, kau, berjalan lurus ke arahku. "Hai" sapamu singkat sebelum sedetik kemudian duduk di hadapanku. Hidup itu memang tentang kesempatan-kesempatan, masalahnya adalah cukup beranikah kita untuk mengambil kesempatan tersebut dan cukup beruntungkah kita ketika memilih untuk mengambil atau meninggalkan kesempatan itu. Seperti sore ini, aku dan kau sama-sama cukup berani untuk mengambil kesempatan untuk bertemu, dan dalam hati aku berharap kita akan sama-sama beruntung. Sabtu sore di sebuah kedai kopi, denganmu, entah untuk yang keberapa kali. Tiga sendok gula ku tuangkan ke dalam cangkir, tiga menit lagi panas kopi Mandailing akan memenuhi cangkir. Aku menyalakan rokok dan menghisapnya dalam sementara kau menghisap dalam-dalam uap dari coklat panas dalam cangkir mu. Lalu kita akan saling bercerita, tertawa sampai meneteskan air mata, dengan jemari tangan yang saling menggenggam dan berlalu dalam dingin tiupan angin malam. Kita punya kesempatan untuk berdua lebih lama, tapi kau dan aku tak pernah cukup berani untuk mengambil kesempatan itu, dan dalam hati aku berharap kita akan sama-sama beruntung. Sabtu sore di sebuah kedai kopi, tanpamu, untuk yang pertama kali. Tiga sendok gula ku tuangkan ke dalam cangkir, tiga menit lagi panas kopi Mandailing akan memenuhi cangkir. Aku menyalakan rokok dan menghisapnya dalam, dalam diam. Ku ulurkan tangan, tak seorangpun meraih jemariku. Aku merasa kosong walau setumpuk kenangan memenuhi dan menyesakkan dada. Sungguh aku punya kesempatan untuk membuatmu berada di sini, di sisiku, selamanya. Dan dalam hati aku merasa benar-benar tak beruntung ketika aku tidak cukup berani untuk mengambil kesempatan itu. Selembar kertas kuambil dan kutulis cerita ini; Kekasih, aku menulis ini sebelum semuanya terjadi karena sungguh aku tak ingin kita berakhir seperti ini. Aku mencintaimu, dan semua kesempatan akan kuambil demi untuk mebuatnya abadi, sekalipun itu sulit. Sungguh aku mencintaimu, dan semua kesempatan akan kuambil untuk membuatnya abadi. Aku mencintaimu, abadi selamanya, dan tak ada yang sulit. Sabtu sore di sebuah kedai kopi. Tiga sendok gula ku tuangkan ke dalam cangkir, tiga menit lagi panas kopi Mandailing akan memenuhi cangkir. Aku menyalakan rokok dan menghisapnya dalam, dan aku tak pernah merasa sendiri. --- Farhan, 13.03.2011

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun