Mohon tunggu...
Muhammad Farhan Hamami
Muhammad Farhan Hamami Mohon Tunggu... -

Sedang mencoba untuk belajar menulis, menemukan kembali gairah menulis yang pernah hilang..

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Matahari dan Bidadari

3 Maret 2010   01:17 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:39 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Pernah ia memilih untuk bernyanyi bagai burung-burung pagi berseri-seri menyambut hari yang seakan hanya miliknya sendiri ditemani hangat sinar matahari yang begitu ia cintai, namun tak lama kudengar nyanyian itu berhenti kala matahari semakin meninggi dan bagai api yang membakar dengan panas yang memberi rasa sakit tak terperi. "Andai di dunia ini hanya ada pagi, tentu tak akan jadi seperti ini." ujarnya mengakhiri. Dan ia memilih untuk pergi mencari belahan bumi tanpa matahari, melalui hari demi hari terus berlari sendiri, sampai akhirnya berhenti ketika ia temui sebuah negeri dimana tak ada matahari dan hanya ada salju yang menutupi. Dingin mulai merasuki dari setiap pori terus ke ulu hati, dan membuatnya mati suri. Begitulah kudengar suara angin di bumi mendendangkan kisahmu, wahai bidadari. Maaf, sama sekali bukan karena aku tak peduli hingga aku memilih untuk tetap berdiri disini saat dirimu pergi dan bukannya berusaha mengikuti atau memintamu berhenti. Aku menghormati maka aku menanti sembari mencari arti dan membiarkanmu memilih jalan hidupmu sendiri. Ia memilih untuk bersembunyi di negeri tanpa matahari saat ini. Jika kebahagiaan yang dirimu dapati dengan bersembunyi maka sungguh aku akan tetap berdiri di sini. Matahari tak akan pernah berpindah diri, sebab aku sadari walau hanya satu mili saja aku berpindah diri akan segera menghancurkan salju di negeri tempatmu bersembunyi dan membuat kebahagiaanmu sirna kembali. Satu hari nanti, mata hati akan menuntun bidadari untuk mengerti dan berjalan menuju kebahagiaannya sendiri nan sejati. Tetap dalam kehangatan matahari yang menyinari walaupun mungkin tak lagi ia cintai. Apakah kau masih butuh dicintai wahai matahari sedang takdirmu adalah memberi? Terima kasih untuk cerita dan kabar yang kau bawa hari ini wahai angin. Sampaikan pada bidadari, aku akan tetap disini untuk memberi kehangatan kapanpun ia ingini. Inilah kebahagiaan sejati yang kumiliki. Dan semoga bidadari akan mengerti.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun