Mohon tunggu...
Achmad Faizal
Achmad Faizal Mohon Tunggu... Guru - Pengajar di MA Unggulan Nuris dan Ma'had Aly Nurul Islam Jember

pendidik yang masih terus belajar, memahami, bertindak semampu hati, akal, dan tenaga.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tragedi Penangkapan Pak Basri

17 Desember 2017   10:51 Diperbarui: 17 Desember 2017   11:09 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: fokusislampicture/ ilustarsi ragam buadaya

Ketik *100# untuk mendapatkan ringtone pilihan.............

Ahh, dewasa ini seringkali operator kartu telepon genggam mengecewakanku. Pesan ini tak penting bagiku kini. Bukan ini yang kuharapkan. Seperti terjadwal dalam menu makan saja, mereka mengirimi ku pesan tiga kali sehari. Informasi yang tak pernah aku minta dan tak kubutuhkan. Masih mending jika pesan ini berbunyi: sudahkah Anda Sholat, atau makan malam gratis yuk, atau ingat, sahabat Anda sedang menunggu. Segeralah Anda temui! Ya, pasti pesan ini lebih bermanfaat sebagai pengingat bukan? Dan, jika contoh pesan yang ketiga terkirim menuju  telepon genggam sahabatku, pastilah dia punya pengertian untuk segera menyelesaikan meeting-nya. Huhh, lihat, aku seperti orang yang tolol sekali malam ini.

Sudah 20 menit berlalu. Sahabatku tak kunjung menampakkan batang hidungnya. Kawan wanita itu pun juga tak kunjung tiba. Sekali lagi, syukurlah. Tetapi serasa tersumbat hidungku. Wewangian parfum ruang ini seperti mengendap di ujung batang hidung. Mesin pendingin udara memerangkap bau-bauan ini dan tak mampu dicerna paru-paruku. Aku ingin sesegera pergi dari bilik ini. Kabur dari kawan wanita itu. Menghela udara malam yang segar. Meski sesungguhnya ingin sekali aku bertemu dengan sahabat karibku itu.

Dia seperti saudara kandungku. Sejak kecil kami bermain bersama di padang pesawahan, di dekat gumuk sepikul di belakang rumah kami. Bermain layang-layang, mencari kodok, bekicot, menggiring bebek, mengusir burung, dan yang jelas membantu orang tua kami memanen padi. Lagi pula, aku ingin menitipkan kotak ini untuk orang tuaku di kampung karena pihak layanan pengiriman tak menjangkau rumahku. Tak ada nomor rumah. Jalanan makadam, terjal, penuh tanjakan. Pelosok kampung pula. Dia hanya bermalam sekali ini, dan akan pulang ke kampung besok subuh. Beberapa waktu lalu dia keliling kota Dubai dan Ankara. Sekarang saatnya kembali ke tanah air, dia ingin menyempatkan menemui ayahnya  seorang. Dilema sekali ini, kecamuk hatiku.

Terbesit di pikiranku, untuk keluar dari bilik ini sebentar. Aku duduk di kursi ruang tunggu yang jaraknya 10 meter dari kamar melepas kejemuan. Tiba-tiba, terdengar suara dentuman. Sampai dua hingga dentuman terakhir yang sangat memekakkan telinga. Sontak suara teriakan dari segenap penjuru. Tolong! bom, bom,bom........Ayo keluar! Cepat turun! Cepat pergi dari sini! Seketika panik. Alarm tanda bahaya mengaum-aum. Aku sendiri bangkit dari lamunan.

Aku bergegas menuruni tangga darurat sebab lift hotel tersebut tak berfungsi. Berduyun-duyun penghuni hotel sambat mencari keamanan. Tak terkecuali aku. Sejenak kuteringat sahabat karibku. Di mana ruang lobinya? Sudahkah dia berlari menyelamatkan diri? Dan Wanita itu? gumam kepanikanku.

Sekejap aku sampai di lantai ke sepuluh. Nafas yang terengah, jantung berdegub tak keruan. Mataku pedih. Kotak itu terlepas dari genggamanku. Tak kuasa aku membawanya. Oh, Bapak, oh Ibu, tolong doakan anakmu ini. Seolah nyawa berada di ujung mata. Banyak orang berkelakar mencari keselamatan. Ya Allah, kuatkan kami menuruni anak tangga yang melelahkan ini. Di lantai dua asap menggumpal hitam. Sesak sekali napasku kali ini. Ya Allah, kuatkan kami.

Lantai dasar rusak parah. Serpihan kaca berhamburan. Beberapa tiang penyangga tumbang. Dinding kokoh itu terkoyak. Korban bergelatakan. Suara tangis menderu biru malam Minggu itu. Sirine ambulans, mobil polisi, mobil pemadam kebakaran, seketika datang ke lokasi. Sekian kompi polisi dikerahkan. Kelabu malam minggu di hotel itu menjadi topik utama berita sekian televisi dan surat kabar baik lokal, nasional, hingga mancanegara. Perasaanku perih atas kejadian ini. Lebih 60 orang meninggal dunia, dan lebih dari 100 orang luka-luka. Kerugian ditaksir mencapai milyaran rupiah.

*****

Beberapa minggu setelah kejadian. Kabar duka itu masih diperbincangkan. Menurut beberapa pengamat, BIN, dan kapolri, kejadian  ini adalah bentuk gerakan teroris. Akibat kejadian itu, rombongan tim sepakbola dari benua biru yang diagendakan ke tanah air tak jadi datang. Mengecewakan bukan. Merugikan pula. Diperkirakan, gembong teroris bersembunyi di daerah pelosok Jawa Timur dan masih dalam  tahap pengejaran.

Aku selalu mengikuti berita kejadian itu dari televisi. Aku saksi dan korban atas kejadian itu. Kejadian itu membuatku pulang ke rumah sebab aku tak menemukan sahabatku itu. Aku ingin mengabari ayahnya agar didoakan atas keselamatan anaknya. Meski sedih betul membendung hatinya karena ketiadaan anak semata wayangnya itu. Pilu juga hatiku tak sampai hati merasakannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun