Mohon tunggu...
Fatchurrachman Soehari
Fatchurrachman Soehari Mohon Tunggu... -

Fatchurrachman, lahir di Purwokerto 16 Februari 1950, aktif menulis terutama tentang spiritual dan humanisme setelah pensiun tahun 2006, setelah aktif selama 36 tahun di RRI. Selain menulis di blog pribadinya http://fatchurrachman.blogspot.com dan blog berbahasa Banyumasan http://blangkon.kecut.blog.plasa.com, aktif berceramah tentang spiritualisme, humanisme dan kesetaraan. Tinggal di desa Purwosari, Kecamatan Baturaden, Banyumas.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Sang Guru Sejati (10)

15 Desember 2009   23:01 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:55 891
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Tidak enak hati juga membiarkan Adam berlama-lama penasaran seperti itu. Lagi pula aku khawatir, dia tidak akan mau lagi bertemu dengan aku. Maka segera kukatakan kepadanya :

” Aku jadi geli sendiri ingat masa laluku, sibuk mencari sesuatu yang hendak aku tinggalkan. Sibuk mengumpulkan uang, memburu kekayaan, rumah bagus, jabatan, kekuasaan, yang semuanya itu akan aku tinggalkan. Alhamdulillah, aku segera menyadari dan bertemu dengan seseorang yang dapat mengantarkan aku bertemu dengan Guru Sejatiku. Dan Guru Sejati itu memerintahkan aku untuk menemuimu, lalu kita dapat bergaul akrab seperti saat ini. Sekarang aku diberitahu, bahwa jasad, bumi, dunia dan segala sesuatu yang bersifat jasad seperti kekayaan, jabatan, kedudukan, kekuasaan, ilmu, hukum, peraturan dan lain-lain itu hanya alat belaka. Bukan tujuan.”

” Itu yang membuatmu tersenyum ?”

Aku mengangguk mengiyakan.

” Lalu, setelah aku mengenali diriku yang jasad, yang berasal dari alam mulki atau alam kerendahan, apa lagi yang harus aku kenali dari diriku ?” tanyaku kemudian.

Yang kedua, yang harus kamu kenali adalah dirimu yang berasal dari alam malakut, alam ketinggian, alam kemuliaan, yaitu dirimu yang roh atau kadang-kadang juga disebut sebagai al-insan. Roh ini tidak diciptakan, melainkan berasal dari tiupan Tuhan. Dia memberitahukan ”maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah Aku tiupkan kedalamnya rohKu, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud” (QS 15:29). Maka, Tuhan pun memberitahukan ”sesungguhnya Kami telah menjadikan insan dari keadaan yang sangat mulia, kemudian Kami turunkan dia ke tempat yang paling rendah” (QS 95:4-5). Keadaan yang sangat mulia, adalah ketika roh masih bersama Tuhan, dan tempat yang paling rendah atau paling hina adalah ketika roh sudah berada dalam jasad manusia, karena secara azali, jasad manusia memang rendah dan dari sesuatu yang hina.”

” Jadi,” sahutku, ” pada diriku ini ada dua unsur yang berpadu, yaitu unsur yang berasal dari alam mulki atau alam rendah, yaitu jasad, dan unsur yang berasal dari alam malakut atau alam mulia, yaitu roh ?”

” Ya,” sahut Adam. ” Dua unsur itu tidak akan dapat melakukan sesuatu, jika berdiri sendiri-sendiri. Jasad tanpa roh adalah bangkai. Tidak ada bangkai yang dapat memakmurkan dunia, karena tidak ada yang mengemudikan. Dan roh tanpa jasad pun tidak akan dapat memakmurkan dunia, karena dia tidak memiliki kendaraan. Keduanya harus bersinergi. Nah, jasad dan roh yang bersinergi itulah yang disebut sebagai an-nâs, ya aku, kamu dan semua manusia yang masih menghuni dunia ini semuanya adalah an-nâs. Itulah sisi ketiga dari diri manusia yang selalu dipanggil oleh Tuhan dengan sebutan an-nâs. Semuanya setara, equal tidak ada yang memiliki hak lebih banyak dibandingkan yang lain. Semuanya saling melengkapi.”

” Jadi, kesetaraan itu adalah fitrah dari Tuhan ?”

” Ya. Itu sudah pasti. Coba saja perhatikan apa kata Tuhan ini : ”Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu ....” (QS 4:1). Apakah tidak cukup jelas bagimu bahwa hanya ada satu Tuhan yang telah menciptakan manusia, dan dia memanggil manusia seluruhnya tanpa penyebutan kedudukan, jabatan, harta dan kekayaan, melainkan dengan panggilan yang setara wahai sekalian manusia. Perintahnya pun satu dan sama, yaitu bertakwalah kepada Tuhanmu. Dan yang lebih indah lagi, dalam ayat ini Tuhan tidak menyebutkan NamaNya, melainkan ZatNya, yang diungkapkan dalam kata Robbukum. Kata Ar-Robb, menunjuk kepada Zat, Sifat dan Af’al atau perbuatanNya, yaitu sebagai Sang Maha Pemelihara, Maha Pembimbing, dan Maha Pendidik. Jadi, ketakwaan itu bukan ditujukan kepada nama, melainkan kepada zat. Orang yang menyangka bahwa ketakwaan ditujukan kepada nama, maka sebenarnya dia telah terjebak dalam kesemuan. Semu itu identik dengan fana, sedangkan yang fana itu akan rusak dan binasa. Tetapi zat adalah sesuatu yang sejati, kekal, abadi, atau ada juga yang menyebutnya baqa, atau langgeng. Sehingga siapa pun harus mengarahkan ketaqwaannya kepada zat Tuhan. Karena yang kamu sembah pun bukan nama Tuhan, melainkan zatNya.”

” Baiklah,” kataku. ” Tolong katakan padaku, mana yang lebih penting, unsur jasad atau roh ?”

” Kedua-duanya penting,” sahut Adam. “ Jasad adalah baju, kendaraan, atau kuda tunggangan, sedangkan roh adalah pengendaranya atau pemakainya. Kendaraan tanpa pengendara, dia tidak bisa berjalan. Sebaliknya, pengendara tanpa kendaraan pun tidak akan bisa melakukan perjalanan di muka bumi ini. Keduanya harus bersinergi.”

” Jika sudah bersinergi, mana yang seharusnya lebih dominan ?”

” Tentu saja roh, karena dialah pengendara yang mengendarai jasad,” sahut Adam. ”Seorang pengendara harus senantiasa berada dalam kesadaran penuh. Kesadaran terhadap dirinya yang jasad, roh dan sinergitas antarkeduanya. Kesadaran untuk menyeimbangkan kepentingan jasad dan roh, kepentingan dunia dan akhirat, kepentingan syariat dan hakikat.”

Aku menghela nafas. Pikiran pun melayang jauh.

” Apa yang kamu pikirkan, Nak,” aku tersentak oleh sapaan Guru Sejatiku. Aku ragu untuk mengatakannya. ” Tidak usah ragu, katakanlah ....”*****

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun