Mohon tunggu...
Firsty Relia Renata ST
Firsty Relia Renata ST Mohon Tunggu... Relawan - Belajar Bersyukur

Head of the social communication section - PPC ~ St Paulus Pku Periode 2017-2020 Periode 2021-2024 Housewife

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kontraktor yang diusir

7 September 2011   18:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:09 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya masih berstatus sebagai kontraktor, maksudnya sebagai penyewa rumah karena belum memiliki rumah sendiri.

Sudah 7 tahun di kota ini, saya sudah 3 kali pindah rumah, di kompleks perumahan yang sama, dan kebetulan di jalan yang sama.

Alasan pindah pertama karena (bersyukur) sudah lebih mapan, sudah tambah barang, dan rumah tidak muat (maklum, rumah pertama masih type standar). Alasan kepindahan kedua untuk rumah yang sudah saya tempati selama 4 tahun adalah si empunya rumah tidak mau mengotrakkan rumahnya kembali, padahal setelah saya pindah, rumahnya dikontrakkan juga dengan harga lebih mahal. Mungkin si ibu tidak enak mau menaikan harga, padahal sudah saya tanyakan mengenai kenaikan harga, karena saya juga maklum, barang-barang dan semuanya sudah serba naik dalam 4 tahun terakhir. Sayadapat rumah kontrakan ke-3, yang bersebrangan agak serong sedikit dengan rumah kontrakan ke-2.

Rumah kontrakan ke 3 saya tempati setahun, ketika mau perpanjang, terjadilah "pengusiran itu".

Rumah yang saya tempati, ternyata  milik seorang WNA yang menikah dengan wanita Indonesia, yang dikaruniai 2 anak.  Kemudian si istri dan anak-anak diboyong ke negara asal si WNA, dan rumah dititipkan pada adik kandung istri WNA tersebut. Namun ke-agak kurang beruntungnya, si istri meninggal dunia nun jauh di sana, tanpa sempat membuat surat waris, dan anak-anaknya masih dibawah umur.

Pada saat kurang dari 1 hari jatuh tempo kontrak saya habis, bapak almarhumah datang dan bilang bahwa rumah yang saya tempati adalah milik anaknya yang sudah meninggal, dan sekarang menjadi tanggung jawabnya. ia melarang saya mentransfer uang kontrak ke si WNA. Saya menghubungi WNA tersebut melalui email dan jejaring sosial, dan beliau menyarankan saya untuk memastikannya di kantor notaris yang ia tunjuk, yang mana akan memberi penjelasan mengenai rumah tersebut.

Orang tua almarhumah juga akan mendatangi kantor notaris tersbut, untuk membatalkan surat keterangan yang dibuat  notaris mengenai kepemilikan rumah.

Akhirnya saya pergi ke notaris untuk memastikan kepada siapa saya harus membayar. Ternyata masalahnya rumit. Dan saya merasa bahwa bukan urusan saya untuk mengetahui secara jelas mengenai masalah rumah tersebut, siapa yang benar atau salah, rumah milik siapa, dan lain-lain. Urusan dan kepentingan saya adalah memastikan saya membayar kepada siapa, dan saya terjamin keamanannya.

Namun si bapak almarhumah mengancam akan "menduduki" rumah tersebut jika saya membayar kepada si WNA.

Baiklah, saya tidak mau pusing. itu urusan kalian, kata saya. Saya minta waktu pada bapak tersebut, dan juga pada WNA untuk mengurus kepindahan.

Untngnya, hari itu juga saya menemukan rumah yang bisa saya kontrak. Lebih kecil memang, namun cukup. Maka, kami (akan) pindah dalam waktu seminggu. Kali ini rumahnya sudah keluar kompleks, dan tentunya sudah tidak di jalan yang sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun