Mohon tunggu...
frendi hiranda
frendi hiranda Mohon Tunggu... Wiraswasta - special ability in custom investigation and trade protection

Saya tertarik dengan literasi-literasi psikologi, investigasi, teknologi, data analyze, dan ekonomi. memiliki kemampuan dibidang analisa dan investigasi custom international trade.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Gurita Industri Pertanian Modern, Pujaan atau Ancaman?

12 Februari 2021   13:15 Diperbarui: 12 Februari 2021   21:20 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Pada pertengahan Januari lalu, Liu Jin, pengemudi berusia 45 tahun untuk platform pengiriman makanan Alibaba di kota Taizhou, China, membakar dirinya sebagai protes atas gaji yang belum dibayar. "Saya ingin darah dan keringat saya kembali," kata Liu dalam video yang dibagikan secara luas melalui media sosial (sumber:https://www.telegraph.co.uk/technology/2021/01/12/former-alibaba-driver-sets-alight-unpaid-wage-dispute/) . Sementara itu, di seberang perbatasan di India, jutaan petani menolak mengosongkan jalan-jalan di New Delhi (sumber:https://www.bbc.com/news/world-asia-india-55413499). Mereka telah memprotes selama berbulan-bulan menentang upaya pemerintah pusat untuk memaksakan reformasi yang akan membuat mereka memiliki 'kekuatan tawar' kepada perusahaan besar.

Kedua protes itu mungkin berbeda bentuknya, tetapi memiliki kesamaan yang mendasar. Masing-masing mengungkapkan kemarahan atas pengambilalihan sistem pangan oleh beberapa perusahaan teknologi terbesar di dunia. Di China, Alibaba telah memimpin gelombang investasi dan pengambilalihan oleh perusahaan teknologi dalam sistem pangan, bahkan baru-baru ini mereka menghabiskan US$ 3,6 miliar untuk mengaakuisisi rantai hipermarket terbesar di negara itu. Di India, langkah serupa dilakukan oleh perusahaan seperti Amazon dan Facebook, melalui platform e-commerce untuk mengambil alih distribusi ritel makanan dalam kemitraan di India yang didukung oleh reformasi pemerintah pusat.

Ambisi 'geng raksasa teknologi' dengan berkecimpung pada sektor pangan dan pertanian pada China dan India. Mereka bersifat global dan meluas ke semua aspek sistem pangan, termasuk apa yang disebut pertanian digital. Sementara beberapa orang melihat ini sebagai cara untuk membawa teknologi baru ke pertanian dengan harapan terciptanya pemenuhan kebutuhan pangan domestik, namun teknologi dibentuk oleh uang dan kekuasaan yang keduanya dinikmati oleh sektor teknologi saat ini.

Dalam laporan GRAIN (grdc.com.au) mereka melihat bagaimana perusahaan raksasa teknologi itu mempromosikan industri agrikultur yang merusak agroekologi dan sistem pangan lokal melalui  pengembangan platform pertanian digitalnya. Seperti yang ditunjukkan laporan tersebut, konsekuensinya sangat parah bagi petani kecil.

Sama seperti sektor ekonomi lainnya, perusahaan teknologi, perusahaan telekomunikasi, perusahaan makanan, industri agribisnis, atau bank;berlomba untuk mengumpulkan data sebanyak mungkin dari semua titik sistem pangan kemudian mereka mencari cara untuk mendapatkan keuntungan. Upaya-upaya ini semakin terintegrasi dan terhubung melalui kemitraan perusahaan, merger dan akusisi yang memungkinkan perusahaan menguasai sistem pangan.

Sejauh ini, pemain terbesar dalam industri ini adalah para perusahaan raksasa teknologi seperti Microsoft, Amazon dan IBM semuanya sibuk mengembangkan platform pertanian digital untuk mengumpulkan data dalam jumlah besar yang kemudian dapat diproses dengan algoritme mereka yang kuat untuk menyediakan data dan analisis real-time kepada para petani tentang kondisi tanah dan air mereka, pertumbuhan tanaman mereka, situasi dengan hama dan penyakit serta cuaca yang mengancam dan perubahan iklim yang  mungkin mereka hadapi. keren kan? Tentu,Untuk pertanian ini, perusahaan teknologi dapat mengumpulkan data yang cukup berkualitas untuk memberikan saran tentang aplikasi pupuk, penggunaan
pestisida, dan waktu panen yang cukup spesifik dan berguna. Akan sangat membantu jika pertanian ini membudidayakan area yang luas dengan tanaman tunggal, karena ini membuat pengumpulan dan analisis data menjadi lebih sederhana. baiklah lantas perlu diingat judul tulisan diatas kita tidak hanya akan membahas sisi 'enaknya' saja, disinilah sisi kelamnya kita kupas.

keindahan narasi diatas tentu berbeda untuk ratusan ribu atau mungkin lebih rumah tangga petani kecil yang memproduksi sebagian besar makanan. Mereka cenderung berlokasi di daerah yang minim atau tidak ada layanan penyuluhan dan hampir tidak ada pusat pengumpulan data lapangan. Peternakan kecil juga tidak dapat membeli teknologi pengumpulan data berharga tinggi untuk memasukkan informasi ke cloud. Akibatnya,perusahaan teknologi data yang dikumpulkan di pertanian kecil pasti akan memiliki kualitas yang buruk. singkatnya mereka masih menggunakan sistem tradisional yang selama ini masih digunakan.

Sebenarnya perusahaan yang berinvestasi di pertanian digital tujuannya adalah untuk mengintegrasikan jutaan petani ke dalam jaringan digital yang luas dan dikendalikan secara terpusat. Setelah terintegrasi, mereka akan sangat didorong untuk membeli produk mereka dan memasok mereka dengan komoditas pertanian, semua ini berfungsi melalui sistem uang bergerak yang dikembangkan oleh perusahaan yang sama. sebentar, sepertinya narasi ini sudah sering kita dengar, ya ada beberapa perusaaan yang telah menerapkan sistem ini di indonesia, ya seperti cerita ada perusahaan X yang bekerjasama dengan pemilik lahan pertanian untuk menghasilan produk pertanian tertentu dimana dari bibit tanaman, pupuk, pestisida, teknologi dan lain sebagainya disupport perusahaan dan petani dilatih oleh 'orang utusan perusahaan' kemudian ketika panen harus disetor ke perusahaan. Namun, Setiap kesalahan langkah dapat mempengaruhi kelayakan kredit petani dan akses ke keuangan dan pasar. Ini akan menjadi pertanian kontrak dalam skala massal. sehingga petani dan pemilik kebun sangat terikat dengan aturan main perusahaan yang berparter dengan mereka.

Meskipun ini bukanlah sistem paksa ala VOC, namun keterikatan diantara petani-pemilik lahan/kebun- perusahaan dalam entitas yang ketat. perusahaan bahkan memaksa hasil pertanian dipasok semuanya ke perusahaanya dan kemudian perusahaanlah yang sekaligus berlakon sebagai tengkulak/kartel. para petani dan pemilik lahan pertanian tidak lagi bisa mendapatkan akses untuk menjual langsung ke pasar karena mereka diikat oleh regulasi yang dibuat oleh perusahaan, konsekuensinya ada pada naik turunya harga komoditas. bila dulu harga komoditas ini dipengaruhi oleh supply-demand pasar, iklim/cuaca, dan variabel-variabel lain seperti harga energy maupun biaya angkut, maka saat mereka diikat perusahaan lantas naik turunya harga ditentukan oleh perusahaan. jadi jangan kaget bila suatu saat kita dihadapkan pada masalah kenaikan harga pangan namun tidak ada perubahan kenaikan harga pada variabel-variabel seperti harga bbm, pajak, hama, perubahan iklim, dll namun tiba-tiba saja harga komoditas pangan naik. bisa jadi kartel perusahaan pangan sudah mempermainkan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun