Aku Menunggu.
Kala waktu beradu pilu.
Kala lagu mengalun syahdu.
Kala ragu menghantam sendu.
Malam ini rembulan tampak membiru. Menerka langit pada titik bintang yang rancu.
Bahkan semolek cengkrama berdua itu tabu.
Bagaimana menanti, jika hati tak kunjung berlalu dan mati.
Jawabannya serupa lilin dalam gelas kaca.
Cahayanya membekas, mengepul asap di penghujung sumbu.
Daun gugur tumbuh musim berganti. Dua cabang merambah ranggas kehidupan. Api menyala tetap membakar. Kering, daun gugur, menjadi hangat dan dekat.
Kita yang menginginkan, mesra, lantas berdua. Jatuh pada pesona, bukan pada cinta.
Aku merayu, aku menunggu. Hingga sampai pagi tiba, sapa baik itu kelak merdekakan gundah nan gulana.
Dekati aku, kala sembilu dalam tunggu. Dekap aku, jika kamu satu dalam mau. Aku untukmu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H