Menurut penulis, pada poin-poin tersebut jika diterapkan pada politik maka akan signifikan manfaatnya. Misalnya, follower akan mampu memanfaatkan kegiatan promosi market leader. PDIP dalam hal ini pun memanfaatkan keuntungan memiliki Jokowi, figure pendongkrak elektabilitas (Jokowi Effect). Jokowi dianggap sebagai representasi dari rakyat kecil, dekat dengan rakyat dan mampu secara cekatan menyelesaikan masalah rakyat dengan cara menyerap aspirasi atas apa masalah rakyat selama ini, seperti blusukan. Jika golkar juga ada dalam lingkup ikut terpromosikan oleh Jokowi effect, dianggap partai yang membela kepentingan rakyat juga partai yang dekat dengan rakyat karena ada dibelakang Jokowi, maka dengan berjalannya waktu dan mengambil ketepatan timing juga moment, golkar akan mampu menyodok PDIP Â sebagai market leader.
Selain itu, partai golkar juga mendapat keuntungan lainnya dari menjadi follower, meminimalisir resiko serangan akibat perebutan pasar yang kompetitif. Serangan yang dimaksud adalah menjadi oposisi. Kadangkala menjadi oposisi justru merupakan posisi yang sulit jika kebijakan yang diambil pemerintah dianggap tepat oleh publik. Jika hal ini terjadi maka, golkar yang coba ber-oposisi malah akan menambah citra buruk di mata public. Terlebih dengan identifikasi jika Jokowi figur yang selalu dibela oleh publik tak jadi soal kebijakan itu benar atau salah, menjadi oposisi justru malah akan terus menerjunkan elektabilitas suara golkar kelak.
Terlepas dari keinginan golkar masuk ke dalam pemerintahan dan mendapatkan jatah kursi menteri, Setya Novanto sebagai ketua umum terpilih pada Munaslub lalu jelas merupakan orang yang paling memahami akan dibawa kemana golkar dan strategi apa yang palin tepat untuk terus melajukan langkah cepat golkar. Namun secara pasti, mengembalikan kejayaan golkar adalah tujuan dari berbagai pihak yang berkepentingan di dalamnya, tak terkecuali Setya Novanto sebagai ketua umum.
Bagi penulis sendiri lebih setuju, jika golkar kembali melakukan konvensi calon presiden. Ini merupakan pandangan subjektif saja, untuk melunturkan anggapan jika partai golkar telah kehilangan figur dan kekurangan kader untuk menjadi pemimpin bangsa. Dalam satu decade terakhir, partai golkar telah banyak menelurkan kader-kader emas yang berada didepan memperjuangkan kemakmuran bagi rakyat. Sebut saja, Airlangga Hartarto yang memiliki segudang prestasi legislasi di DPR RI, Dedi Mulyadi Bupati Purwakarta sebagai figur nyentrik yang memiliki gagasan terobosan pembangunan berbasis kebudayaan, sang orator Syahrul Yasin Limpo Gubernur Sulawesi Selatan, dan masih banyak lagi figur lainnya.Â
Ke depan jalan masih panjang dan terjal yang akan dihadapi. Pemilu serentak 2019 menjadi momok bagi seluruh partai, bukan hanya golkar. Namun ini bukanlah akhir, ini justru menjadi awal untuk meretas kembali jalur kejayaan partai golkar di pentas Nasional. Kita percaya, tak hanya menanam padi, merawat hingga memanennya namun juga hasil panen padi yang telah menguning dapat dinikmati bersama sebagai wujud kemakmuran Bangsa Indonesia. Salam Karya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H