Mohon tunggu...
Ezytravel
Ezytravel Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Dalam kompasiana, Exytravel akan banyak bercerita tentang perjalanan jalan-jalan di berbagai daerah, maupun berbagai belahan dunia. untuk bisnis bisa ke http://www.ezytravel.co.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengulik Budaya Poligami di Aceh Dahulukala

24 Mei 2016   15:37 Diperbarui: 10 Juli 2019   21:00 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Lalu ia menikah lagi dengan Nyak Malighai, putri dari Panglima Sagoe XXV Mukim. Pada tahun 1880, akhirnya Teuku Umar menikahi Cut Nyak Dhien, yang merupakan janda dari Ibrahim Lamnga yang meninggal dunia pada Juni 1878 dalam peperangan melawan Belanda di Glee Tarun. Akhirnya mereka berjuang bersama, melanjutkan serangan melawan Belanda.

Dalam sistem pengaturan rumah tangga, istri kedua, ketiga dan keempat harus berjauhan lokasi rumah dengan rumah para madunya. Dengan demikian, sebagian besar dari istri-istri ini tidak akan mengikuti suaminya. Uleebalang atau keujreun yang menikah di luar daerahnya, tidak dapat tinggal dengan istri mudanya dan harus berada di lingkungan di mana ia bekerja, dan tinggal bersama istri pertamanya. 

Adapun istri yang lain akan dilakukan jadwal bergilir untuk dikunjungi satu persatu. Biasanya, sebagian besar dari sanak saudara sultan, uleebalang ataupun keujreun akan memilih istri kedua dan ketiga yang berasal dari golongan yang terpandang pula, seperti anak gadis Panglima Sagoe, Panglima Prang, Panglima Kaom ataupun orang kaya.

Namun di masa era globalisasi ini, adanya tradisi poligami di Aceh tidak dapat diterima semudah layaknya poligami di zaman para pendahulu. Beberapa anggapan menganggap bahwa poligami hanya akan menimbulkan banyak masalah dan membuat rumah tangga menjadi tidak bahagia. 

Memang tidak semuanya menolak, karena sampai saat ini pun  masih ada beberapa keluarga di Aceh yang masih menerapkan tradisi poligami, baik karena alasan nama kebangsawanan yang masih melekat padanya, ataupun dengan berbagai alasan tertentu.

 Pun saat ini juga banyak ditemui para keturunan bangsawan, ulama ataupun orang yang terpandang yang setia pada istri pertamanya sampai akhir hayatnya. Karena semuanya akan berpulang pada pilihan masing-masing untuk setuju terhadap poligami ataupun tidak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun