Mohon tunggu...
Embun Pagi
Embun Pagi Mohon Tunggu... Lainnya - Mencoba Bahagia

Aku adalah aku, bukan kamu

Selanjutnya

Tutup

Diary

Namaku Pacul

26 Mei 2021   09:50 Diperbarui: 26 Mei 2021   10:02 1678
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. kumpulangambarmewarnai.blogspot.com

Di antara alat pertanian tradisional, mungkin hanya aku yang paling terkenal saat ini. Namaku kerap disebut masyarakat. Bahkan foto gagahku kerap mejeng di postingan netijen-netijen yang terhormat.

Dibanding arit, golok, luku, garu, gosrok hingga ani-ani, aku dari dulu memang selalu digemari. Multitalenta yang aku punya, membuat pak tani selalu memikulku ke mana-mana. Aku bisa digunakan untuk mencangkul, ngoret rumput, buat galengan sawah hingga jadi tempat duduk yang nyaman untuk melepas kepenatan mereka saat bekerja.

Meski teknologi sudah berkembang, aku tak pernah ditinggalkan. Mesin traktor yang muncul untuk membajak sawah dan lahan, tak langsung menyingkirkanku dari pekerjaan. Pak tani tetap butuh aku untuk menyiangi rumput di area-area sempit di pojokan. Bentukku yang kecil, membuat aku luwes bergerak di banyak tempat, yang tak terjangkau oleh canggihnya teknologi bernama traktor itu.

Tak hanya di desa, aku juga alat wajib yang ada di rumah-rumah warga kota. Kalau pas ada kegiatan gotong royong, orang-orang tak pede jika datang tanpa membawaku. Nanti dikira cuma mau ongkang-ongkang saja. Jadi, aku selalu hadir dalam setiap acara yang menjunjung tinggi adat tradisi nusantara.

Tapi aku kini sedih. Pengabdian dan dedikasiku selama ratusan bahkan ribuan tahun, luluh lantah hanya karena kesombongan manusia yang menyematkan aku dalam namanya.

Awalnya aku bangga, ada manusia yang terkenal usai menggunakan namaku di julukannya. Apalagi, dia salah satu elite politik di tanah air. Setiap ia hadir dalam beberapa acara penting, namaku kerap disebut-sebut oleh mereka. Namanya Bambang Pacul.

Tapi entah kenapa, kebanggaanku itu menjadi kebencian yang tak terhingga. Beberapa hari terakhir, namaku jadi bahan pergunjingan. Orang-orang benci ketika mendengar namaku disebut. Dan semuanya langsung nyinyir, bahkan ada yang sampai menghujatku.

Orang yang menyematkan namaku pada julukannya ternyata membuat ulah. Menggunakan kekuasaannya sebagai tokoh politik, dia menyerang orang lain secara membabi buta. Padahal, aku juga kenal dan akrab dengan orang yang diserangnya itu. Dia juga wong ndeso, yang kerap menggunakan aku saat menghadiri acara-acara kedinasannya.

Nama orang yang diserangnya itu adalah Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah. Aku kenal dengannya cukup lama. Sejak ia kecil dan tinggal di plosok desa terpencil di kaki Gunung Lawu, aku adalah bagian dari keluarga besarnya. Aku sering digunakan bapak, ibu, kakak dan saudaranya, untuk membersihkan rumput yang ada di sekitar rumah sederhana mereka.

Bahkan beberapa kali, aku sering terlibat dalam kegiatan pak Ganjar, saat ia berhasil menjadi seorang Gubernur. Dalam banyak kesempatan, aku digenggamnya dengan erat, untuk menggali lubang tempat ia menanam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun