Mohon tunggu...
Ezra Soleman
Ezra Soleman Mohon Tunggu... profesional -

Seorang Psikiater dengan visi mendestigmatisasi pandangan masyarakat terhadap gangguan jiwa.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Depresi: “Sering Disebut, Tapi Salah Alamat, Terimakasih pada Stigma”

6 November 2014   22:02 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:27 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Anda mungkin pernah menggunakan kata depresi dengan gampangnya untuk hal yang berhubungan dengan masalah kejiwaan ataupun stres, tapi kebanyakan menggunakannya secara salah. Ketika bertemu dengan orang yang mengalami gangguan jiwa berat sehingga telanjang di jalanan, ada di antara masyarakat yang menyebut orang ini depresi. Contoh lain adalah saat teman sedang curhat tentang kekesalannya terhadap atasannya, dan ia masih bisa melakukan tugasnya dengan baik, ia menyebut dirinya depresi. Ada juga yang mengatakan kalau istilah depresi lebih nyaman digunakan dan malah terasa lebih keren. Sayangnya, seluruh penggunaan istilah depresi tadi adalah kurang tepat dan bahkan ada yang sangat keliru.

Depresi banyak terjadi?. Depresi sebenarnya terjadi pada paling sedikit 40% pada orang yang mengunjungi layanan lini pertama, seperti klinik 24 jam, puskesmas, atau poliklinik di RS. Sayangnya, depresi sering kali muncul dalam bentuk gangguan fisik yang sering tak disalah artikan oleh pasien maupun dokter sebagai gangguan fisik murni. Depresi dapat bermakna sebagai suatu bentuk suasana perasaan sedih, dan dapat bermakna lebih dalam lagi sebagai suatu sindrom gangguan suasana perasaan. Dari 40% orang yang mengalami depresi ketika datang ke pelayanan kesehatan lini pertama, dapat ditemukan berbagai diagnosis yang mengacu pada depresi, mulai dari depresi mayor, depresi minor, gangguan penyesuaian dengan mood depresi, reaksi stres akut, gangguan cemas depresi, sampai gangguan skizoafektif ataupun depresi yang terkait penyakit fisik dan penggunaan zat.

Pada latar budaya masyarakat Indonesia yang penuh norma dan sangat berusaha sesuai dengan norma, yang terjadi adalah mengganggap salah bila mengalami masalah psikis. Hal ini membuat orang cenderung menyangkal atau benar-benar tak mengenal apa yang sedang terjadi dalam alam perasaannya. Hal ini semakin membuat masalah kejiwaan distigma, padahal masalah kejiwaan sangat banyak. Di antara masalah kejiwaan tersebut ada yang sudah menjadi gangguan, dan ada yang hanya berupa masalah yang berpotensi menjadi gangguan. Dapat dikatakan seluruh manusia di dunia pernah mengalami masalah kejiwaan, bahkan sedang mengalaminya. Sebut saja misalnya perilaku merokok, minum minuman keras, sulit mengendalikan emosi saat marah, mudah kesal terhadap orang lain, merasa tak disukai teman, melakukan bullying atau malah yang di-bully, cemas berkepanjang karena suatu masalah tidak selesai, bingung saat tidak punya pekerjaan sehingga mengganggu aktivitas, makan coklat berlebihan, rasa lapar walaupun sudah makan, terobsesi terhadap kerapihan, gejala nyeri yang tak ditemukan penyebab medisnya, dan jutaan perilaku lainnya yang mungkin saja manifestasi masalah jiwa atau bahkan sudah bagian suatu gangguan jiwa. Untuk memastikan apakah itu hanya masalah yang sesaat atau sudah suatu gangguan Anda butuh dibantu Psikolog atau Psikiater pada suatu keadaan tertentu.

Pada keadaan awal, sebagai manusia kita memiliki cara beradaptasi terhadap masalah ataupun mekanisme pertahanan. Pada berlanjutnya suatu masalah, terkadang usaha kita dalam mengatasinya mengalami kendala dan gangguan jiwa semakin menjadi dan dapat muncul dalam berbagai bentuk. Depresi menjadi suatu gangguan depresi mayor adalah saat suasana perasaan sedih, menurun, dan tak nyaman itu semakin mendalam sehingga membuat kehilangan tenaga, dan minat yang akhirnya mempengaruhi cara pandang terhadap kehidupan sehingga muncul pikiran bersalah dan putus asa. Keadaan ini akan makin dalam dan memunculkan gejala gangguan tidur, makan, seksual, perilaku dalam kehidupan sehari-hari terganggu dan berlangsung setiap hari pada hampir sepanjang hari dalam minimal dua minggu berturut-turut. Itulah depresi yang sebenarnya yang memerlukan bantuan ahli jiwa. Masalah depresi yang dibiarkan dapat berujung pada memburuknya gejala depresi hingga berakhir dengan tindakan bunuh diri. Pada tahap lanjut depresi harus dibantu oleh psikiater. Hal ini tentu berbeda dengan gejala gangguan jiwa lainnya ataupun masalah psikis lainnya yang disebutkan diawal bila telah mengetahui makna depresi yang sebenarnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun