Mohon tunggu...
Ezra Imanuel
Ezra Imanuel Mohon Tunggu... -

anak ke2 dari 3 bersaudara

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Perasaan

7 Oktober 2014   12:39 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:05 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pertama kali diriku melihatmu disuatu senja, entah apa yang diriku rasakan. Kau begitu menarik, sangat menarik. Rambutmu yang panjang terurai, hitam bercahaya bagai rembulan ditengah kekosongan hatiku. Bibirmu yang sedikit tebal menghiasi wajah cantikmu. Entahlah, aku bingung. Ku ingin mengenalmu lebih dalam lagi, namun hati ini baru saja terluka oleh seorang wanita yang menganggap cinta itu adalah sebuah permainan yang bisa ditinggal begitu saja. Belum siap, itu yang selalu kuucapkan dalam hatiku.

Kian hari rasa penasaranku akan dirimu terus membesar. Tak bisa terbendung. Akhirnya kuberanikan diriku untuk berbincang dengan dirimu, ya dirimu. Tak kecewa hati ini terhadap dirimu. Bukan hanya parasmu yang cantik, tapi pribadimu juga begitu cantik.

Hingga suatu hari kuketahui hatimu juga baru saja terluka oleh seorang pria jauh disana. Hatiku ini ikut pilu mendengar ceritamu. Entah apa yang harus kulakukan, aku hanya bisa terdiam.

Akhirnya telfonku bergetar, tertulis namamu dilayar telefonku. Diriku sangat kaget ketika dirimu mengajak aku untuk bertemu disuatu tempat. Aku terdiam beberapa saat lalu menyanggupi permintaanmu.

Sampailah diriku disuatu kafe, kulihat dirimu yang begitu sederhana namun tetap menarik. Akupun menghapiri dirinya. Kami pun mulai berbincang, entah apa yang kami perbincangkan namun tiada rasa bosan yang menghampiri. Seringkali kami terdiam dan menatap satu dengan yang lainnya. Bola mata yang coklat dan indah, itu yang selalu ku dapatkan ketika menatap dirimu.

Haripun mulai senja, akupun mengatar dia pulang kerumahnya. Didepan gerbang rumahnya tiba-tiba dia mengecup pipiku. Akupun terdiam. Lalu dia mengucap terimakasih karna telah menemani dirinya yang sedang gundah. Akupun tersenyum dan pamit kepada dirinya. Semoga aku bisa mengulang hari ini, hari yang takkan kulupakan.

Hari terus berjalan, minggu berganti minggu, bulan berganti bulan. Perasaan ini semakin tak bisa kubendung. Hingga suatu hari aku mengajak dirinya untuk bertemu. Maksudku ingin mengutarakan isi hatiku, perasaan yang ku pendam selama ini.

Ketika kita bertemu disuatu taman, akupun mulai mengutarakan isi hati ini. “Aku sayang kamu” itulah kata pertama yang terucap dari bibirku. Dirinyapun terdiam, pipinya mulai memerah. Mungkin ia malu. Kuteruskan kata-kataku, “Maukah kamu menjadi...” Belum kuselesaikan kata-kataku dirinya pun sudah terangguk malu. Akupun mencium keningnya, diapun memegang tanganku.

Akhirnya kami bergandengan tangan, menyusuri taman disore yang indah. Semoga perasaan sayang ini terus abadi diantara kita. Tak ada lagi yang terluka akibat permainan cinta. Tak ada lagi air mata yang mengalir akibat pedihnya luka dihati. Semoga Tuhan menyertai hubungan ini sampai tua nanti. Aku mencintaimu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun