Mohon tunggu...
Ezi Purnawan
Ezi Purnawan Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa Universitas Komputer Indonesia

suka mancing, mukbang, dan healing

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tanggapan Pak Parkir Mengenai Program Walikota Tentang Pembayaran Parkir Menggunakan QR

16 Oktober 2024   13:50 Diperbarui: 16 Oktober 2024   13:57 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
MOMEN BERBINCANG DENGAN PAK HENDRI / DOKPRI

Tujuan dari wawancara ini ingin mengetahui tanggapan dari para Tukang parkir mengenai program yang di usulkan walikota untuk pembayaran parkir menggunakan QR, Narasumber yang berhasil di wawancara ini bekerja di parkiran sekitar Taman Lanisa yang berada di Jalan Cisangkuy dan merupakan wilayah parkir yang memiliki marka garis untuk parkir dan bukan parkir liar. Nama Beliau yaitu Bapak Hendri yang berusia 34 tahun, profesi Pak Hendri sendiri sebenarnya sebagai asisten Pak Didin dan Pak Deni yang secara resmi memiliki KTA (kartu tanda anggota) sebagai Tukang parkir dari DISHUB, Saya sebagai pewawancara langsung menanyakan tentang tanggapan Pak Hendri sebagai Tukang parkir mengenai penerapan pembayaran parkir via QR, ” kalau saya sih sebetulnya tidak setuju dengan usulan ini karna apa, kamu bisa liat mesin parkir elektronik yang ada disana (sambil menunjuk ke arah mesin tersebut yang terlihat tak pernah digunakan), nah hal yang telah digagaskan dulu pun saja sebanyak 221 titik di seluruh Kota BANDUNG saja hanya jadi besi yang menumpuk, saya tahu gagasan ini ingin mengikuti yang ada di Kota MEDAN akan tetapi hasilnya banyak dari tukang parkir yang ada di medan sana protes dengan kebijakan tersebut karna dinilai tidak efektif.” jawab Pak Hendri, kemudian Pak Hendri juga menambahkan “jika berpikir secara logika ini akan menyulitkan kedua belah pihak karna yang pertama, bagaimana nasib para pekerja parkir yang sudah banyak masuk usia lansia yang bahkan bermain ponsel saja tidak bisa, kemudian yang kedua, hal ini jelas mengganggu para konsumen parkiran yang sedang buru-buru karna pekerjaannya atau kegiatan yang akan di lakukannya, akan memakan banyak waktu jika harus mengeluarkan ponsel  untuk pembayaran tersebut, terus juga kan yang parkir bukan cuma satu dua kendaraan saja, kan yang mau keluar parkiran pun bukan hanya satu saja tapi banyak, nah efisiensi waktu jadi banyak terbuang hanya untuk satu orang saja, maka dari itu menurut saya itu tidak efektif sama sekali, lebih gampang pakai uang tunai”.

 Merasa cukup puas dengan jawaban mengenai program tersebut saya lanjut bertanya tentang berapa kisaran pendapatan yang biasa di dapat, Pak Hendri pun menerangkan bahwa pendapatan dalam satu hari bahkan terkadang tidak sampai 100 ribu rupiah dalam satu hari sedangkan dari pihak DISHUB menekankan untuk pendapatan yang didapat dalam sehari harus mencapai 300 ribu rupiah, hal ini sulit dicapai karna banyak kendaraan yang parkir di waktu yang relatif lama akan tetapi tidak membayar sesuai harga yang telah dipatok di karcis makanya susah untuk mengejar target yang di tetapkan pemerintah.

Setelah itu pun saya bertanya apakah ada ide untuk parkir ini ?, “ kalau menurut saya yang harus dibuat itu plang tentang tarif parkir setiap 5 meter agar para konsumen tahu tentang tarif perjamnya, soalnya dulu sempat ada kejadian ribut dengan konsumen yang merupakan aparat, hal ini terjadi karna di karcis di sebutkan harga perjamnya itu untuk mobil 4 ribu setelah itu di jam berikutnya akan bertambah 2 ribu perjamnya, akan tetapi aparat tersebut tak terima dengan harga yang sudah tertera karna menurutnya itu cuma buat-buatan Pak Didin selaku tukang parkir di situ padahal aslinya karcis itu di terima dari DISHUB yang berarti itu harga yang memang dipatok dari pemerintah, dan jika terjadi keluhan dari tukang parkir di tempat parkir ke aparat saja tidak di tanggapi sama sekali, terkadang para aparat lebih pro ke parkir liar karna jelas keuntungannya lebih besar dari parkir pemerintah karna parkir liar yang ada di kota Bandung diperkiraan sekitar 70% banyaknya.” Ujar Pak Hendri.

Jadi kesimpulan dari hasil wawancara bersama Pak Hendri selaku tukang parkir ini dapat disimpulkan bahwa program mengenai pembayaran parkir via QR tak akan berjalan maksimal dan juga setelah wawancara ini saya sebagai pewawancara tahu mengapa para pemarkir liar lebih berani karna ada bekingan oleh aparat yang menggambil keuntungan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun