Andarai, teman SMP ku yang menemani sampai masa SMA ku. Tiap hari kita saling nongkrong dan ngobrol, dia cukup sering minjam duit dan membuatku jengkel, pagi itu sebelum berangkat sekolah dia bilang kepadaku dengan senyumannya
"Bro, boleh pinjem duit nggak? Gue janji, bulan depan balikinnya."
Kalimat itu keluar lagi dari mulut Andarai. Udah kesekian kalinya dia bilang begitu, tapi janji tinggal janji. Gue tahu dia teman lama dan baik, tapi kadang capek juga diginiin terus.
Andarai itu tipe orang yang kalau ketemu selalu bikin suasana cair. Dia jago banget bikin orang ketawa. Sayangnya, kelakuannya sering kayak lintah. Nempel, dan ngisep sampai habis.
"Berapa, rai?" Gue nanya sambil berusaha nggak nunjukin rasa kesal.
"Seratus lima puluh ribu aja, bro. Nanti gue balikin kok, sumpah deh!" Dia nyengir lebar. Gue tahu senyum itu sering jadi senjatanya buat ngeluluhkan hati orang.
Gue ngasih uang itu tanpa banyak protes. Tapi kali ini, gue udah niat mau ngomong sesuatu.
"Rai, gue nggak masalah bantu lu, tapi lu harus belajar nggak selalu ngandelin orang lain."
"Eh, santai, bro. Ini cuma sementara kok!" jawabnya enteng, seolah nggak ada beban.
Bulan berganti, uang yang gue kasih nggak balik. Bukannya bayar utang, Andarai malah nongkrong-nongkrong santai, posting story di kafe mahal dan hidup mewah. Gue cuma bisa geleng-geleng kepala.Dalam hati gue berkata,Â
"Lah yang pinjem duit hidup mewah, yang pinjemin duit hidup ngirit mampus, makan pun harus mikir-mikir memang sialan!"