"Akhirnya kelar juga, dari tadi kek!"Â batinnya memprotes.
"Baik adik-adik kami sekalian, saatnya pembagian kelompok dan pembina MPLS untuk setiap kelompok. Dikarenakan kalian semua berjumlah 180 orang, maka masing-masing kelompok terdiri dari 30 orang yang akan setiap pembinanya berjumlah 5 orang per kelompok. Dapat disimpulkan kita terdiri dari 6 kelompok, yah...! Nah, sekarang kita akan membagi kelompok secara acak menurut daftar absen yang ada disini dimulai dari Abigail Suretno, ada yang namanya Abigail?" kata ketua OSIS itu sembari membagi kelompok.
Setelah beberapa lama menunggu, namanya pun terpanggil masuk ke kelompok 2. "Elena Elizabeth" panggil panitia yang membagi kelompok itu. Gadis itu bernama Elena Elizabeth Sastrowijoyo yang kerap dipanggil El, Elen, atau Elena di sekolah dan dipanggil 'Liz' di rumah. Gadis itu pun mengangkat tangannya lalu menghampiri kelompok itu. "Silakan masuk ke kelompok 2!" kata ketua OSIS itu, menunjuk ke arah kelompok 2.
Setelah pembagian 6 kelompok itu selesai, saatnya pembagian pembina OSIS. Sang ketua, wakil, dan pengurus inti sebagai koordinator seluruh kelompok, jadi mereka tidak perlu mengurus kelompok itu, tapi boleh saja mereka ikut membantu. Kelompoknya dibina oleh Angelika, Lukas, Andrew, Rosi, dan Jesika. Mereka akan memakai kelas X B untuk sementara waktu, sebelum pembagian kelas di akhir MPLS nanti.
Gadis itu gak tertarik dengan kelompoknya, tapi dia akui kelompoknya ini unik, sangat unik. Tinggi badan mereka gak sinkron, ada yang tinggi banget, ada yang pendek banget. Ada yang kurus ramping. Ada yang paling gemuk. Ada yang hitam keriting, ada yang putih dan sipit, pokoknya semuanya ada. Bukannya Liz mengjudge mereka, tapi memang kenyataannya. Ini kebetulan yang gak bisa diperhitungkan, teman sekelompok Liz diluar prediksi. Walau Liz gak bisa memprediksi, tapi Liz punya ekspektasi, dijamin kalau masuk kelompok ini atau sekelas dengan orang-orang ini pasti langsung overthinking. Entah apa yang Liz pikirkan tentang situasi ini sampai seseorang melambaikan tangannya memecah lamunannya.
Dia Mayang Permata Suryaningrat, panggilannya May, katanya lahir bulan Mei. Dia bertanya pada Liz, "Hai, bangkunya kosong, gak? Boleh duduk di sini?" Liz menoleh sebentar lalu menganggukan kepala sekali menandakan iya, kemudian berbalik kembali untuk melanjutkan pemikirannya. Tapi pikirannya sekarang telah ganti topik, yang pastinya sekarang topiknya adalah orang disamping Liz ini. Liz perhatikan, memang mereka berdua saling gak ada teman di kelompok ini. Jadi memang sudah takdir untuk duduk bersama.
Suasana kelas sedang ribut, apalagi kaum Adam yang gampang akrab satu sama lain. Mereka pastinya membahas game online yang mereka mainkan. Tak berselang waktu lama, pembina kelompok kami datang dan menyapa kami.
"Halo, adik-adik semuanya, perkenalkan nama Kakak Rosi Puspita." sapa Kak Rosi.
Dilanjutkan dengan perkenalan yang lain, "Nah, kalau saya namanya Angelika Widya Wiratna, ini teman saya, Jesika Zefanya, Lukas Alfredo, dan yang terakhir namanya, Andrew Revalino." lanjut Kak Angel memperkenalkan sekaligus memperkenalkan teman pembina yang lain.
"Nah, karena kita semua sudah memperkenalkan diri, sekarang giliran kalian yang perkenalan, mulai dari nama, asal sekolah, umur, alamat, dan cita-cita! Yuk, dimulai dari sini!" timpal Kak Jesika sambil menunjuk ke arah meja depan paling kanan untuk memulai perkenalan duluan. Gadis itu heran dengan kakak pembinanya, mereka cuma kasih tahu nama, tapi menyuruh mereka untuk kasih tahu semua yang mereka sebut. Rasanya ingin membantah, tapi gak berani.
Tapi jujur saja, gadis itu kira kelompoknya cukup beruntung. Karena pembina kelompoknya yang modelan Kak Angel yang cantik dan Kak Andrew yang, lumayanlah. Dijamin pasti tertarik, karena lihat mereka langsung betah, walau gak berselang lama. Tapi secara kebetulan juga, di kelompoknya ini ada adik sepupunya Kak Angel yang kalau gak salah namanya Aksa atau Wira, gitu. Yah, pokoknya itulah, gak terlalu penting juga untuk Liz.