cerita kepada Yuspianal Imtihan
Babi!
Itu adalah babi ke empat belas yang keluar dari mulut penulis cerita ini, pagi ini. Di luar, hujan sedang deras-derasnya, sementara penulis harus secepatnya menghadiri sebuah konferensi pers sebuah perusahaan yang nantinya akan banyak menebang pohon-pohon di hutan yang tak jauh dari rumahnya. Itu adalah konferensi pers sebuah perusahaan kertas yang ramah lingkungan (penulis hendak berpikir baik dengan mengaminkan bahwa pihak perusahaan nantinya akan sering mengunjungi hutan untuk melihat kayu-kayu yang cocok untuk 'dimanfaatkan', jika tidak ingin disebut menebang sembarangan). Gawainya telah berdering enam kali; empat dari rekan wartawan, dua lainnya dari pacar. Penulis cerita ini belum dewasa sama sekali meskipun baru saja wisuda; dia belum siap menikah, dan karena itulah dia berpacaran dengan seorang anak SMA agar satu-satunya masalah dalam hubungan mereka adalah cinta, tidak tentang KUA.
Babi!
Itu adalah babi ke lima belas yang keluar dari mulut penulis pagi ini. Di luar, hujan masih deras-derasnya, sementara hari ini adalah hari pertama kartu ATM di dompetnya tidak berisi apa-apa; padahal dia harus melakukan banyak hal hari ini: mengantar seorang teman lama menuju halte, mengambil dokumen sarjana di kampus yang seharusnya telah tuntas berminggu-minggu lalu jika pegawai loket tidak bermalas-malasan memberikan pelayanan, melakukan penelitian sebuah proyek puisi, dan terakhir berfoya-foya dengan pacar. Teman yang dimaksud dalam cerita ini adalah teman SMA yang masih akrab sampai sekarang. Dia dari Flores, "Setelah dari Labuhan Bajo, kau harus menyusuri jalan sepi sejauh lima kilo meter menuju jantung hutan yang sudah tidak terlalu hutan. Dari sana, dari sela-sela bukit akan kau lihat rumah-rumah terhampar di lerengnya. Itulah kampungku", katanya kepada penulis cerita ini ketika menaiki bus sore itu; seolah penulis akan menyusul secepatnya. Dan yang paling babi adalah bahwa penulis tidak bisa ke kampus, mengerjakan proyek, dan memeluk pacar hari ini dikarenakan tidak mempunyai mobil agar tetap bisa jalan walaupun hujan.
Babi!
Itu adalah babi ke enam belas yang keluar dari mulut penulis pagi ini. Di luar, hujan tidak juga berhenti, sementara sebuah grup teater di gawainya sedang ramai dengan pergunjingan. Seorang kawan keluar dari grup, satu lainnya akan ke Jogja, empat lainnya mengomel, dua yang lain menasihati. Sebuah grup lain sedang saling menanyai, apa yang dapat dilakukan dalam situasi hujan sepagi ini.Â
Babi!
Itu adalah babi ke tujuh belas yang keluar dari mulut penulis pagi ini. Di luar, hujan tidak juga reda, sementara jam di tangannya tidak akan berhenti untuk menunggu. Seperti dulu sebelum penulis bekerja pada sebuah media sebagai wartawan, dia akan sama tidak pedulinya dengan jam. Dia akan santai saja menunggu dengan lisong juga Eimi Fukada di suatu situs web.
Babi!
Itu adalah babi pertama yang keluar dari mulut seorang musisi pagi ini. Ketika penulis cerita ini menunggu hujan reda, musisi itu mengirimi pesan bahwa ia sedang memikirkan bau ketiak babi. Di ketiaknya, terdapat puisi serta beberapa prosa paling muskil. Musisi itu barangkali sedang memikirkan lirik atau komposisi sebuah lagu sehingga halu seperti itu. Tapi yang paling babi adalah apakah babi benar-benar memiliki ketiak.