Mohon tunggu...
Mamuth
Mamuth Mohon Tunggu... Full Time Blogger - teman bagi jiwa-jiwa yang bersahabat

kali, pagi, dan mentari

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Makna Sujud dalam Salat

13 Juni 2023   20:00 Diperbarui: 9 Oktober 2023   10:43 449
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Vector Art @  Vecteezy

Perbendaharaan bahasa kita mempersamakan Pemimpin dengan Kepala. Misalkan pemimpin daerah, desa, serta sekolah disebut kepala daerah, kepala desa, dan kepala sekolah. Latar belakangnya tidak lain karena dalam diri manusia ada dua hal yang mempengaruhi, yakni hati (nurani) yang bermukim di dalam dada beserta akal (pikiran) yang diasumsikan berumah di kepala. 

Pemimpin itu dinamakan kepala, maksudnya bahwa seorang pemimpin haruslah menggunakan isi kepala. Setiap perkataan dan perbuatan musti berdasarkan pertimbangan akal pikiran. Kebijakan-kebijakan seyogyanya merupakan hasil dari hitung-hitungan logika. Jangan mengikuti hati atau perasaan, sebab tidak bisa diikuti. Hati atau perasaan itu sangat labil, mudah sekali untuk berubah. Bikin kebijakan berlandaskan hati atau perasaan itu ngawur. Contohnya, karena punya lebih dari satu istri dirasa enak, dibuatlah peraturan yang membolehkan laki-laki berpoligami. Sementara perempuan tidak diperbolehkan punya lebih dari satu suami. Terang kibijakan yang berasaskan perasaan hanya akan menguntungkan sebagian pihak saja, merugikan pihak yang lain

Termasuk dalam kehidupan individu. Manusia itu dikatakan pemimpin bagi dirinya sendiri bila akal bisa menguasai atau mengendalikan perasaan. Itulah manusia merdeka atau dewasa secara mental. Orang yang terus menerus mengikuti hati, selama hidupnya akan menjadi budak atau korban perasaan.

Ada seorang bijak di masa lalu yang bernama Muhammad. Beliau hidup di tengah-tengah kota Mekah yang sedang dilanda oleh kelaparan. Memang tidak seluruhnya. Di kota itu masih ada beberapa orang yang memiliki kelebihan harta.  Maka Muhammad mengajak para penggede kaum, yakni tokoh agama agar mendorong para borjuis Mekah berbagi pada warga yang membutuhkan. Alangkah terkejutnya Muhammad, karena ternyata tak mendapat seorangpun yang mau menerima gagasanya. Begitu juga ketika secara langsung mendekati orang-orang kaya, idenya ditolak mentah-mentah. Malahan Muhammad dianggap sebagai orang yang sesat.

Adapun alasan dibalik semua penolakan ialah kepercayaan kepada tuhan.  Mereka meyakini bahwa segala sesuatu terjadi karena kehendak tuhan. Agar Tuhan berkenan memberikan kebaikan, mengubah nasib, si malang dituntut untuk memberikan persembahan kepada leluhur dan dewa-dewa berupa makanan yang terbaik. Dalam pandangan Muhammad yang rasional betapa bodoh sekali bangsanya. Mereka mempersembahkan makanan kepada leluhur dan dewa-dewa. Sementara orang yang hidup kelaparan dibiarkan mati. Lalu bagaimana si miskin bisa menyajikan makanan untuk orang mati, bahkan dirinya sendiri terancam mati karena tak dapat makan. Dari sana munculah istilah jaman jahiliyah atau era kebodohan.

Demi  mengatasi kondisi yang demikian memprihatinkan, Muhammad tidak putus asa. Melewati permenungan yang sangat dalam, belaiu pun memutuskan untuk melakukan kebohongan dengan menyatakan diri sebagai utusan tuhan. Beliau menyampaikan yang diklaimnya sebagai perintah-perintah tuhan berupa zakat, sedekah, dan Qurban untuk disalurkan kepada orang-orang yang miskin. Diapun menghapuskan persembahan kepada dewa dan leluhur, lalu menggantinya dengan beribadah langsung kepada tuhan yang disebut salat. Salah satu adegan salat ialah sujud, yakni gerakan membungkukan badan dengan posisi dahi, hidung, telapak tangan, dan lutut menyentuh bumi sejajar dengan ujung jari-jari kaki. Secara sederhana, sujud itu kepala sejajar dengan telapak kaki. Makna filosofisnya: selama umatnya belum berpikir - menggunakan isi kepala- sehingga tidak bisa mengungkap 'kebohongan tuhan', maka selama itu pula kepalanya sejajar dengan telapak kaki.

Perhatikan pula mitos yang dibuatnya. Para malaikat yang diciptakan lebih dulu diperintanhkan tuhan untuk bersujud pada Adam yang dibuat belakangan. Pasalnya para malaikat tidak bisa menyebutkan nama-nama yang ditunjukan tuhan. Sementara, Adam dengan fasih menyebutkannya satu persatu. Benderang sekali, sujud sejatinya adalah simbol dari kebodohan.

Kebenaran sejati dalam ajaran islam Muhammad ialah jalan yang lurus. Semestinya manusia itu berjalan tegak. Posisi kepala berada di atas. Hidup itu harus bertumpu pada akal pikiran.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun