Ketika menerima surat undangan penempatan mengajar di luar negeri, pada awal Maret 2016, saya sempat galau. Di sanakah saya harus mengajarkan bahasa Indonesia? Dari Google Map nampak kota Takeo, hampir delapan puluh lima kilometer dari Phnom Penh, ibukota Kamboja. Dari surat itu pula, saya ketahui nama sekolah tempat mengajar, yaitu Regional Polytechnic Institute Techo Sen (RPITS) Takeo, setara dengan sekolah tinggi atau institut. Jadi, di sana saya akan mengajar mahasiswa.
Saya mendapatkan tugas mengajarkan bahasa Indonesia itu dari Pusat Pengembangan Strategi dan Diplomasi Kebahasaan (PPSDK), Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, bekerja sama dengan SEAMOLEC. Sebagai orang yang ditugasi mengajar, saya dibekali beberapa bahan ajar dari PPSDK dan teknik pengajaran berbasis IT dari Seamolec. Dari PPSDK saya memperoleh file Buku Pengajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing A1 sampai C2. Sedangkan dari Seamolec saya mendapatkan teknik pembuatan blog, pengenalan buku digital, dan pembelajaran melalui Teknik Pembelajaran Edmodo.
Semula ketika mengetahui siapa yang akan saya ajar dan di mana mereka berada, saya berpikir, cukupkah bekal saya itu. Bekal yang ditambah dengan bekal nonteknis yang diberikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat itu, Anies Baswedan. Beliau meminta pengajar bahasa Indonesia di luar negeri tidak cukup berbekal materi saja, tetapi juga budaya, sosial, politik, dan ekonomi negara kita. Namun, ternyata bekal itu saja tidak cukup. Saya harus menguras keterampilan mengajar dan pengalaman mengajar lebih banyak lagi.
Berdasarkan surat undangan mengajar yang saya terima, saya tahu bahwa saya akan mengajarkan bahasa Indonesia untuk mahasiswa. Prediksi saya, saya akan lebih mudah mengajarkan bahasa Indonesia untuk orang dewasa yang sudah mengenal satu bahasa asing, misalnya bahasa Inggris, daripada anak kecil. Namun, setibanya di Takeo, saya ternyata menemukan kenyataan bahwa mereka, calon murid saya, tidak tahu bagaimana Indonesia itu. Mereka tidak tahu di mana letak Indonesia. Jangankan mengajarkan bahasa, memperkenalkan wajah Indonesia kepada calon siswa saja sulit. Apalagi sebagian di antara mereka belum lancar membaca huruf Latin, sementara mereka setara dengan mahasiswa semester dua di Indonesia.
Dengan kenyataan itu, saya mengubah strategi pengajaran yaitu dengan memperkenalkan Indonesia. Dimulai dengan letak Indonesia, bahasa Indonesia, dan sedikit tentang budaya Indonesia. Saya mencoba mencari tahu, adakah orang Takeo yang bisa memahami kosakata bahasa Indonesia? Ternyata ada. Ada beberapa orang guru yang mengenali kata-kata ini: “selamat pagi,” “apa kabar,” dan “terima kasih”. Kata-kata itu mereka dengar ketika mereka menjalani tugas belajar di Malaysia. Mereka memahami kosakata itu sebagai bahasa Melayu. Karena saya berhijab, mereka menganggap saya adalah warga Malaysia dan bahasa yang digunakan adalah bahasa Melayu alias Malaysia.
Dengan menggunakan peta bola dunia kecil, saya memulai misi saya memperkenalkan Indonesia. Di mana negaramu, di sini Indonesia. Walau dekat dengan Malaysia, Indonesia tetap Indonesia. Bahasa yang kami gunakan bukan bahasa Malaysia, melainkan bahasa Indonesia. Itu yang saya katakan pada mereka. Selain kepada para guru, saya pun melakukan hal yang sama kepada para murid. Ini penting karena dalam empat bulan ke depan saya harus memperkenal bahasa Indonesia kepada mereka.
Hari pertama di RPITS Takeo, saya isi dengan orientasi kelas. Diantar oleh seorang guru, saya diajak mengunjungi ruang-ruang kelas, berkenalan dengan guru dan murid, serta staf tata usaha. Pada kesempatan itu saya hanya memperkenalkan diri dengan bahasa Inggris seadanya: “Hi...I’m Exti. I come from Indonesia. I want to teach bahasa Indonesia.” – Sambil mengatakan bahwa saya bukan guru bahasa Inggris dan tidak mengajarkan bahasa Ingggris – Satu minggu pertama saya diberi kesempatan membuat bahan ajar sesuai kondisi murid dan saya akan didampingi oleh guru setempat yang bisa berbahasa Inggris untuk mengatasi kesulitan mengajar.
Pengajaran pertama saya isi dengan menayangkan salindia tentang materi ajar yang saya siapkan untuk pertemuan pertama. Sebelum saya mengajarkan bahasa Indonesia, saya memperkenalkan Indonesia. Salindia pertama berisi lagu Indonesia Raya. Selain untuk memperkenalkan alam Indonesia, rasa nasionalisme itu tetap harus dipertahankan. Salindia selanjutnya saya isi dengan materi pertama, mengucapkan salam sederhana, “selamat pagi, selamat siang, selamat sore, selamat malam.” Pertemuan pertama saya akhiri dengan menayangkan sebuah lagu dari penyanyi asal Indonesia, RAN, berjudul “Dekat di Hati.”
Pertemuan kedua dan seterusnya saya mengubah materi pengajaran, salindia saya tambah dengan gambar. Sebagai sumber bahan ajar, saya menggunakan Buku BIPA Pramula yang dikeluarkan oleh Pusat Pembinaan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa dan Belajar BIPA Kosakata versi android. Jadilah saya mengajarkan salam sederhana seperti ini “selamat pagi,” “selamat siang,” “selamat sore,” “selamat malam,” “sampai bertemu lagi,” “apa kabar?” “selamat tinggal,” dan “terima kasih.”