Dalam serangkaian lawatan Exsara (Ekspedisi Sejarah Indonesia) Unnes, ke Kota Mustika Blora pada tanggal 21-23 Desember 2013 salah satunya adalah menyambangi kediaman adik kandung sastrawan besar Indonesia Pramoedya Anata Toer yakni Soesilo Toer di jalan Sumbawa 40 Jetis Blora. Pak Soes sapaan akrab Soesilo Toer adalah adik kandung dari Pramoedya Ananta Toer dari banyak saudara. Ia dikenal sebagai pria yang memilki ciri-ciri hampir sama dengan Bung Pram, ia juga dikenal berani, suka nulis dan biasa menggunakan Bahasa Indonesia dalam percakapan sehari-harinya. Tapi ada perbedaan yang unik, kalau Pak Soes itu adalah doktor lulusan Uni Soviet sekarang Rusia, sedangkan Bung Pram merupakan sastrawan yang pernah masuk dalam ketegori peraih nobel, sama sekali tak pernah belajar di bangku kuliah. Itulah keunikannya.
Di rumah yang tak cukup luas itu, Pak Soes hidup dengan istri, anak dan saudaranya dengan amat sederhana. Hidupnya di penuhi dengan membaca, beternak dan bahkan memulung. “saya kalu pagi-pagi sering mulung sampah yang sudah tak berguna oleh pemiliknya dan kemudian saya olah ulang menjadi barang yang bermanfaat, itu contohnya di depan ada pecahan-pecahan keramik yang saya pasang di teras itu juga hasil mulung”.
Menurut Pak Soes di dunia ini ada tiga macam orang yang paling berjasa dan berpengaruh bagi kelangsungan hidup manusia. Yang pertama adalah petani, karena petani adalah yang menyediakan makanan setiap hari kita, menanam padi, jagung, ketela dln. Yang kedua adalah buruh, dikarenakan buruh-lah yang mencurahkan segenap tenaga untuk membuat dan mengolah makanan, barang, membuat gedung rumah, memberikan jasa, dan lain-lain. Dan yang ketiga adalah pemulung, ini bisa dijelaskan bahwa pemulunglah orang yang bisa kita ambil inspirasinya karena mengais-ngais hal yang tak berguna menjadi berguna dan kegunaan itu juga untuk manusia kembali. Itulah ketiga kelompok orang yang menurut Pak Soes patut dan wajib di sejahterakan oleh pemerintah.
Maka dari itu jika kita benar-benar menghayati pemikiran Pak Soes tersebut memang benar adanya. Hanya petani dalam hal ini juga nelayan-lah yang menyediakan makanan pokok kita sehari-hari. Buruh yang berjasa untuk hal pembangunan negeri. Dan pemulung adalah sosok genius dan pekerja keras yang sering dicampakan.
Melihat hal tersebut, acapkali kita miris dengan peran serta pemerintah dalam mensejahterakan kaum-kaum tersebut. Petani misalnya, mereka dihadapkan dengan para tengkulak-tengkulak yang mengatur harga seenaknya dan pemerintah juga tak ambil pusing dengan masalah klasik itu dengan contoh harga pupuk yang semakin mahal. Itu semua tak sebanding dengan modal dan tenaga petani, sang pahlawan kehidupan.
Butuh peran serta yang serius dari pemerintah yang benar-benar memikirkan nasib para petani, buruh, pemulung dan umumnya rakyat kecil di negeri kaya ini. Padahal jika difikir logika, indonesia adalah negara dengan SDA yang besar, banyak hal yang bisa dimanfaatkan oleh rakyat di tanah airnya sendiri. Tetapi rakyatnya masih miskin dirundung nestapa penderitaan ini dikarenakan harta yang begitu besarnya itu eksploitasi secara besar-besaran oleh para kapitalis yang hanya memikirkan dirinya sendiri. Minyak, emas, ikan segar dan masih banyak lagi mereka ambil dari bumi pertiwi dan yang mendapatkan uang ya kapitalis-kapitalis tersebut.
Oleh sebab itu, Mari ciptakan hidup dengan penuh kebersamaan, penuh mengayomi. Pemimpin mengayomi yang dipimpin, dan yang dipimpin memberi dukungan yang terbaik untuk sang pemimpin. Hidup penuh dengan semangat kegotong-royongan, kekeluargaan dan saling bersinergi dengan alam. Para pemimpin juga harus mementingkan kepentingan rakyatnya dari pada terus mengisi perutnya dengan uang rakyat. Itulah mimpi dari para rakyat kecil yang sekarang ini butuh sekali perhatian dari pemerintah, butuh kebijakan-kebijakan yang di tujukan semata-mata untuk rakyat kecil baik itu petani, nelayan, buruh, pemulung, pengamen, tukang becak, tukang ojek, dan lain sebagaianya dan saling menguntungkan untuk mereka. Indonesia memimpikan akan suasana yang makmur, 100% merdeka di bangsa dan negerinya sendiri tanpa adanya rasa penderitaan.
Merdeka!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H