Apakah dengan berhasil mengumpulkan satu juta KTP, maka Ahok mendapatkan keberhasilan untuk menang di Pilkada mendatang ? belum tentu. Ahok hanya berhasil melewati garis yang dibuat oleh KPU sebagai lembaga penyelenggara Pilkada mendatang. Memang ini suatu kewajiban bagi siapa saja yang ingin lolos menjadi kandidat Pilkada dengan menggunakan jalur independen, harus dapat dukungan dengan berhasil mengumpulkan sekian banyak KTP menjadi syarat sah utama yang maju independen.
Yang maju lewat jalur dukungan partai, hal tersebut tidak perlu dilakukan. Dengan mencari KTP yang rela diserahkan hanya sebagai legitimasi, pengakuan bahwa Ahok mendapatkan kesempatan untuk melaju di Pilkada sebagai kandidat yang berhak dipilih dan belum menentukan dirinya akan menang, selain itu sebagai fenomena politik yang maju jalur independen dan berhasil menyelesaikan kewajiban dirinya untuk maju di Pilkada mendatang.
KTP sama dengan legitimasi, pengakuan bahwa Ahok berhak ikut bersaing merebut kursi Gubernur DKI Jakarta. Setelah itu, apakah yang memberikan KTP akan memilih dirinya pada saat Pilkada terselenggara? Belum tentu, hal demikian yang menjadi pertanyaan bagi Ahok bahwa belum tentu secara sah satu juta KTP akan mewakili suaranya di Pilkada mendatang dan dapat tiket lagi untuk menduduki kursi gubernur. Dulu yang menang Joko Widodo bukan Ahok, karena ahok berada di wakil Jokowi, jadi ikut terkenal. Dan terus membuat karakteristik kepemimpinan yang menarik bagi orang-orang untuk melihatnya.
Ini merupakan jerih payah dari salah seorang kandidat yang maju menggunakan jalur independen, tidak dari dukungan partai. Harus mengumpulkan sekian banyak KTP, sedangkan Partai melihat jumlah kursi di pemilu sebelumnya digunakan sebagai presentase sekian banyak dari 100 % suara yang dimenangkan oleh masing-masing partai. Ahok dalam segi popularitas melalui gaya kepemimpinan saat pegang kendali Gubernur masih tinggi, ini menjadi bagian alat untuk lebih mudah dalam menggalang dukungan dengan mengumpulkan satu juta KTP.
Berbeda jauh dengan kandidat yang berasal dari orang yang tidak tahu asal usul tentang dirinya. Masih baru, sampia-sampai setiap jalan dipasang baliho dengan gambar foto dia dengan pasangannya, meskipun orang tidak tahu siapa dia, hanya tahu rupa wajahnya saja. Tak lupa dengan tittle yang sepanjang rel kereta api, harus terpasang jelas. Kalau perlu di garis miring, bold, garis bawah, tanda seru. Itu sah saja dilakukan untuk mendapatkan perhatian orang, membangkitkan rasa ingin tahu tentang profil dirinya, dan layak tidak dia menduduki kursi gubernur.
Ahok juga ingin membangkitkan fenomena politik dalam iklim demokrasi yang masih dalam masa transisi, belum seutuhnya ini. Jadi ada kebimbangan dan keraguan yang menjadi peluang bagi ahok untuk maju ke jalur independen. hal ini disebabkan, orang-orang tidak menaruh perhatian pada partai dengan berbagai persoalan yang mereka hadapi, dan membuat perspektif negative tentang partai, tidak percaya dengan pola pengkaderan dalam membentuk sikap pribadi seorang pemimpin yang layak duduk di kursi pemerintahan.
Ahok ingin memperlihatkan bahwa jalur independen juga punya kekuatan, dengan berhasilnya mengumpukan satu juta KTP, merupakan langkah awal untuk berhasil memperlihatkan secara nyata bahwa independen itu ada dan dapat ikut bersaing bersama lawan yang datang bersama dengan dukungan partai politik. Begini ini perkembangan politik yang hanya setengah-setengah dalam menjalankan demokrasi. Masih dapat mengubah iklim politik sesuai dengan perubahan zaman yang serba teknologi ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H