Manusia adalah makhluk yang kompleks. Arah evolusi yang membuat pikiran manusia menjadi semakin kompleks, justru membuat manusia itu sendiri menjadi sumber masalah terbesar di bumi. Tak bisa dipungkiri, bahwa spesies manusia adalah satu-satunya yang berpotensi membawa kerusakan terbesar di bumi. Konflik yang terjadi tak pernah lepas dari identitas yang melekat pada diri manusia. Karena manusia mendefinisikan diri berdasarkan konsep luar yang dia miliki, sehingga konsep tersebut akhirnya dianggap sebagai identitas. Ketika ada yang menyerang identitas itu, maka sang pemilik identitas akan merasa terancam sehingga dia tak akan segan melakukan hal-hal di luar batas, yang pada akhirnya menciptakan apa yang disebut sebagai konflik. Seberapa banyak umat beragama yang akan marah ketika agama nya dihujat..? Padahal secara logis, hujatan tak akan merusak agama tersebut, justru respon yang ditunjukkan oleh umat beragama lah yang dapat merusak agama nya. Sehingga tak heran muncul istilah islamofobia (saya tidak berniat untuk sara ya!) Itu baru agama sebagai identitas. Bagaimana dengan suku sebagai identitas..? budaya sebagai identitas..? Dan berbagai macam konsep luar yang kita yakini sebagai identitas..? Faktanya, sebagian besar konflik yang terjadi berawal ketika manusia menciptakan ilusi yang sebelumnya tidak ada. Manusia berbuat jahat tidak hanya karena dipengaruhi faktor tersebut. Manusia juga bisa berbuat jahat karena sifat dasar yang sejak awal dimiliki oleh manusia itu sendiri, yaitu tidak pernah puas. Terlebih lagi, hal ini didukung oleh pikiran manusia yang salah memahami dirinya. Manusia seringkali mencari kebahagiaan di luar dirinya, tanpa menyadari bahwa kebahagiaan sudah inheren di dalam dirinya. Karena manusia terus-terusan berpikir bahwa kebahagiaan itu berada di luar dirinya, dan didukung oleh sifat dasarnya yang tak pernah puas, maka manusia berpotensi berbuat buruk dengan mengabaikan dampak tindakannya bagi orang lain, selama tujuannya terpenuhi. Image Source : Collective Evolution Salah satu alasan yang juga mempengaruhi manusia berbuat jahat adalah, adanya anggapan bahwa segala sesuatu di alam semesta saling terpisah satu sama lain. Perlu diketahui, di alam semesta sebenarnya hanya terdapat dua hal, yaitu materi dan energi. Dan sejatinya, semua makhluk hidup yang ada di alam semesta berasal dari satu energi yang sama. Tapi pada skala makro, kita seolah-olah saling terpisah satu sama lain. Karena manusia menganggap bahwa segala sesuatu saling terpisah, maka secara sadar manusia merusak alam. Karena anggapan ini, manusia akhirnya mengkotak-kotakkan dirinya dalam konsep yang disebut agama. Karena ilusi keterpisahan, manusia lebih memuja agama dibandingkan toleransi antar manusia. Pada akhirnya, manusia tak bisa berhenti untuk berbuat jahat. ... .. Source: Excel Philosophy
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H