Kebijaksanaan merupakan hasil luaran yang didapatkan melalui proses panjang dan mendalam serta kritis untuk memandang peristiwa semesta. Kebijaksanaan adalah hasil kolektif dari insan-insan yang berhikmat yang saling berinteraksi dalam sebuah peradaban luhur. Semakin unggul peradaban sebuah bangsa, semakin tinggi tingkat kebijaksanaanya. Sejarah panjang menunjukan bahwa kemuliaan sebuah bangsa ditentukan dari kebijaksanaan yang dilahirkan. Kebijaksanaan selalu menjadikan intelektualitas dan moralitas sebagai sebuah dasar fundamental. Bangsa yang kebijaksanaanya telah teruji kemaslahatannya akan menyumbang kemajuan peradaban, sejarah dipastikan mencatat dan mengingat kegemilangannya.
Musyawarah adalah metode untuk mengakumulasi kebijaksanaan dari jiwa-jiwa rakyat yang berhikmat. Musyawarah menjadi ruang perdebatan dan pertengkaran pikiran sehingga dialektika terjadi. Pikiran tersebut diolah menjadi gagasan dan permusyawaratan menjadi majelis tertinggi untuk memutuskan kebijaksanaan. Hanya insan berhikmat yang mampu mengoperasikan media musyawarah dengan baik, karena musyawarah akan bersepakat untuk tidak bersepakat, memahami mana yang seharusnya dipertentangkan dan mana seharusnya yang tidak dipertentangkan. Mufakat dalam demokrasi konstitusional, seluruh rakyat sebagai konstituen akan terikat secara konstitusional dalam bernegara.
Perwakilan dipandang sebagai wujud akomodatif demokrasi langsung, karena kendala luas wilayah dan jumlah penduduk. Perwakilan hendaknya menekankan fungsi representasi rakyat, jabatan hanyalah sementara dan periodik, rakyat dalam tugas dan periode tertentu akan jadi pemegang jabatan atau aparat, begitu juga sebaliknya pemegang jabatan akan kembali menjadi rakyat setelah tuntas bertugas. Secara genetika politik, kualitas perwakilan merupakan cerminan dari yang diwakilinya, oleh karena itu pejabat adalah cerminan rakyat dan aparat adalah cerminan masyarakat. Konstitusi mengukuhkan lembaga perwakilan sebagai forum akumulasi jiwa-jiwa rakyat dengan raga perwakilannya yang berhikmat untuk mengoperasikan perwusyawaratan sebagai majelis tertinggi pengambilan keputusan.
Kesadaran Penuh
Rakyat sebagai warga negara hendaknya memiliki kesadaran penuh bahwa rakyat merupakan bagian dari bangsa Indonesia yang menyelenggarakan organisasi besar negara dan membentuk pemerintahan untuk melaksanakan kehendak rakyat. Pemerintah yang terbentuk dipandang sebagai otak kolektif bangsa Indonesia, otak kolektif diwujudkan melalui rakyat yang berpikir kritis serta berdaulat dalam berkepribadian. Pemahaman dan kesadaran rakyat sebagai warga negara (civic literacy) harus dibangun, dipertahankan dan dikembangkan dengan pembaruan wawasan tentang politik negara dan dunia agar tetap relevan dengan peradaban yang berkembang dan berkemajuan. Rakyat dengan pemahaman politik bernegara yang komprehensif akan menghasilkan susunan pemegang jabatan pemerintahan yang manifestonya tunduk pada kehendak rakyat.
Buka ruang komunikasi yang luas dan adaptif sebagai arena menguji dan mengkaji perwakilan rakyat beserta gagasannya yang akan memegang jabatan pemerintahan agar autentikasi pikiran berbasis intelektualitas dan moralitas pemimpin terpublikasi dengan baik. Penentuan pemegang jabatan dibentuk melalui proses mekanisme seleksi pemilihan terbuka, jika proses pemilihan umum diselenggarakan dengan penuh integritas, maka pemerintahan yang terbentuk akan terhormat dan berwibawa karena mendapatkan legitimasi dari rakyat yang puas terhadap proses. Hal tersebut yang menjadi pilar utama dalam demokrasi konstitusional yakni kepercayaan antar pihak.
Janganlah menjadi rakyat yang kejam, rakyat yang membiarkan individu tak berhikmat memegang jabatan, rakyat yang tak peduli dan diam ketika penyelengaraan negara tidak dilaksanakan berdasarkan kebijaksanaan. Sebuah tindakan kejam, ketika rakyat tidak menolong pemimpinnya dari kehancuran, kejam ketika rakyat membiarkan pemimpinnya kehilangan harga diri karena tidak berintegitas dan dituntun oleh keserakahan. Sungguh berat menjadi pemimpin ditengah rakyat yang tak peduli bahkan tak berakal dan berhati. Jadikanlah estafet kepemimpinan setiap periode menjadi ajang evaluasi bukan hanya bagi kandidat pemegang jabatan, namun juga menjadi evaluasi bagi rakyat.
Kontrol Rakyat
Kontrol terhadap pelaksanaan kebijakan negara yang dioperasikan oleh pemerintah harus berdasarkan pikiran dan sikap kritis yang mengacu pada norma tertinggi. Sistem kontrol internal sudah terjadi antara lembaga eksekutif, legisatif dan yudikatif yang saling mengontrol dan menjaga keseimbangan (checks and balances) dalam sistem pemisahan kekuasaan trias politica. Penekanan yang perlu dilakukan ialah bagaimana mengontrol ketiga lembaga negara tersebut agar tetap menjaga independensi berdasar nalar kritis. Sistem kontrol kedua yakni yang bersifat eksternal oleh rakyat, bagaimana rakyat mengontrol insan-insan pembawa hikmat rakyat sebagai pemegang jabatan pemerintahan yang diharapkan menghasilkan kebijaksanaan tetap berjalan di jalan yang lurus, yakni jalan insan-insan yang yang tetap berintegritas sesuai kehendak rakyat.
Evolusi manusia terjadi karena kita tidak hanya sebagai citizen yakni organisme yang hidup di darat, tetapi juga sebagai internet citizen/ netizen yakni organisme yang hidup di udara. Oleh karena itu di era digital ini, kolom komentar media sosial adalah salah satu cerminan percakapan publik. Ruang publik digital tersebut yang mudah diakses oleh setiap rakyat hendaknya dijadikan ruang untuk mengajukan gagasan dan mengontrol insan politik yang memegang jabatan publik sebagai wujud kebebasan berpendapat yang bertanggung jawab. Ruang publik digital dapat merekam dan mengawasi setiap pikiran, perkataan dan perbuatan dari setiap pemegang jabatan publik. Kemajuan teknologi peradaban membuka akses dalam genggaman setiap rakyat untuk bertindak secara hikmat untuk mengawasi kebijaksanaan yang dihasilkan oleh setiap pemegang jabatan.
Alangkah revolusionernya jika masa periode pemegang jabatan pemerintahan hanya dibatasi satu periode sebagai wujud sistem kontrol regulatif konstitusional untuk mencegah otoritarian tumbuh dan berkembang. Otoritarian sangat bertentangan dengan gagasan demokrasi dan bentuk republik yang telah dimufakati oleh founding leaders yang memiliki konsep kepemimpinan berkelanjutan untuk tetap mengutamakan kedaulatan rakyat. Hal ini sejalan dengan esensi demokrasi untuk membatasi kekuasaan dan membuat sirkulasi elit dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.