Terlepas dari asal usul dan nilai historisnya, tari kuda lumping ini merupakan tarian yang membangun semangat kepahlawanan dan aspek kemiliteran sebuah pasukan berkuda.
Dari fenomena tersebut bisa dilihat dari gerakan-gerakannya yang sudah lihai dalam menari melalui kibasan anyaman bambu, menirukan gerakan layaknya seekor kuda di tengah peperangan. Seringkali dalam pertunjukan nya tarian ini menampilkan berbagai atraksi yang memamerkan kekuatan supranatural atau mistis,misalnya atraksi mengunyah beling, menyayat lengan sendiri menggunakan golok, membakar dirinya sendiri, berjalan di atas pecahan kaca, atau yang sangat membahayakan dirinya ketika dalam keadaan normal/ tidak kerasukan.
Hingga saat ini tarian kuda lumping ini kita tidak tahu siapa yang menciptakan kesenian tari kuda lumping, karena kesenian ini banyak ditemukan di beberapa daerah di Indonesia dan banyak yang mengakui bahwasannya tari kuda lumping adalah tari atau kebudayaan yang menjadi milik daerah itu sendiri. Di daerah Jawa seperti Banyumas, Surabaya dan kota lainnya, mereka sudah tidak lagi asing dengan tarian ini. Biasanya tari ini ditampilkan pada kegiatan tertentu saja yang sangat sakral, seperti menyambut tamu kehormatan, dan sebagai ucapan rasa syukur, atas hajat yang dikabulkan oleh Yang Maha Kuasa.
Dalam pementasannya, tari kuda lumping ini menggunakan alat-alat yang sifatnya mistis seperti kaca atau beling serta jimat. Selain peralatan tersebut di dalam pementasannya tarian ini ada juga yang diiringi oleh gamelan atau alat musik khas jawa seperti kendang,gong, dan kenong.
Selain mengandung unsur hiburan dan religi, kesenian tradisional kuda lumping ini juga banyak mengandung unsur ritual yang sangat sakral. Karena sebelum pertunjukan dimulai, biasanya ada dua orang pawang hujan maupun kepala suku yang akan  bersedia melakukan ritual, untuk mempertahankan cuaca agar tetap cerah karena dalam pertunjukan biasanya dilakukan di lapangan yang terbuka.
Di setiap pertunjukannya, tari kuda lumping ini menghadirkan empat fragmen tarian yaitu dua kali tari Buto Lawas, tari Senterewe, dan tari Begon Putri. Beberapa penari yang masih muda menunggangi kuda tiruan yang terbuat dari anyaman bambu dan menari mengikuti alunan musik. Pada bagian inilah, para penari Buto Lawas dapat mengalami kesurupan atau kerasukan roh halus.
Para penonton juga banyak yang mengalami kerasukan. Banyak warga sekitar yang menyaksikan pertunjukan ini menjadi kesurupan dan ikut menari bersama para penarinya karena saking menikmati dan rasa penasarannya membuat mereka tercengang akan tarian maka merekapun terlena dan banyak yang melamun saat menonton. Dalam keadaan tidak sadar, mereka terus menari dengan gerakan yang sangat lincah dan lihai dari penari aslinya seperti sudah terbiasa mengikuti latihan dengan para penari.
Keunikan Kesenian Tari Kuda Lumping
Tarian Kuda lumping ini tidak akan pernah lepas dari nuansa kemagisan. Banyak para pemainnya yang bahkan penontonnya juga sering mengalami kesurupan entah apa penyebabnya sehingga bisa membuat para pemainnya ini sering tidak sadar apa yang sedang ia lakukan. Jika dilihat dari teknik permainannya, para penari kuda lumping tersebut seperti memiliki kekuatan yang sangat besar, dan bahkan terkesan memiliki kekuatan supranatural. Tarian ini merupakan tarian yang sangat unik karena umumnya dimainkan oleh masyarakat biasa yang tidak mempunyai kekuatan apapun. Hebatnya, penari kuda lumping yang aslinya diperankan oleh anak perempuan yang berpakaian laki-laki layaknya bak prajurit kerajaan.
Saat ini, pemain kuda lumping lebih banyak di perankan dan di lakoni oleh anak lelaki, bunyi sebuah pecutan (cambuk besar) yang sengaja dipakai oleh para pemain seni tari ini, menjadi awalan permainan dan masuknya kekuatan mistis (gaib) yang bisa menghilangkan alam bawah sadar pemainnya. Dengan menaiki kuda tiruan dari anyaman bambu tersebut, penunggang kuda yang pergelangan kakinya diberi kerincingan mulai kehilangan kesadarannya dia mulai melompat-lompat dengan kuda tiruannya, berjingkrak-jingkrak tak karuan hingga berguling-guling di tanah.
Selain itu, penari kuda lumping pu mulai melakukan atraksi lainnya, seperti memakan dan mengunyah beling sampai tak tersisa dan mengupas sabut kelapa dengan menggunakan giginya. Beling (kaca) yang ia makan adalah bohlam lampu yang biasa digunakan sebagai penerang di rumah masyarakat. Betapa lahapnya ia saat memakan beling seperti layaknya orang yang tak makan selama satu bulan penuh, tidak merasakan dan merengek karena kesakitan dan bahkan tidak ada darah yang ada pada saat ia menyantap beling tersebut.