Mohon tunggu...
Galang Gelar
Galang Gelar Mohon Tunggu... Jurnalis - Akun ini bersifat sebagai kawah candradimuka

Lahir di Bandung, 6 Desember 97. Silahkan yang mau ngado dan mendoakan semoga saya panjang umur di tunggu. :)

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sajak Sufi Seorang Petani

22 Oktober 2019   12:36 Diperbarui: 22 Oktober 2019   12:57 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Petani yang malang.
Tak cuma satu atau dua buah digondol maling.
Tak cuma satu atau dua maling yang menggondol buahnya.
Ia semai benih anggur, anggurnya habis dimakan kelalawar.
Ia tanam pohon mangga, buahnya habis diambil tetangga.
Tapi Pak Tani tetap tabah, meski sekarang tak punya apa-apa.

Petani yang malang, petani yang tabah.
Petani tahu, ini semua persekongkolan iblis, setan, maling dan Tuhan.
Namun,
Tak ada kesal meski semua terasa bebal.
Yang ada hanya senyum yang teduh.
Senyum yang membuat si maling sangat sebal.
Teduh yang membuat setan malah marah.

Petani yang baik hati.
Hatinya semulia permata.
Luasnya sampai ujung cakrawala.
Dari hati yang murni itu tumbuh berbagai buah-buahan.
Buah-buahan yang manis, sangat manis.
Manis yang tak sebanding dengan gula.
Manis yang tak sebanding dengan madu.
Jauh, jauh lebih manis dari nira.
Manis yang membuat iblis, hewan, manusia, malaikat dan Tuhan pun tergoda untuk mencurinya.

Petani yang penuh dengan cinta.
Buah-buahan itu adalah buah cinta.
Setiap kala senja tiba di ujung waktu malam.
Petani selalu berbisik pada setiap pohon.
Bisikan yang penuh kasih.
Sabda yang penuh cinta.

"Pohon kasih, buah kasih. Pohon cinta, buah cinta. Selalu kurawat kalian agar jauh dari ulat iri dengki dan cemburu. Ingatkah kalian bahwa setiap pagi kusiram kalian dengan air kehidupan. Air yang penuh dengan kandungan cinta dan kasih sayang semesta. Maka pada setiap malam yang gelap dan dingin, yang tak ada cinta dan kasih, kalian harus berbuah agar semesta tak dirundung pilu. Biarlah aku tak memakan hasil jerih payahku ini. Mereka lebih membutuhkan."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun