Petani yang malang.
Tak cuma satu atau dua buah digondol maling.
Tak cuma satu atau dua maling yang menggondol buahnya.
Ia semai benih anggur, anggurnya habis dimakan kelalawar.
Ia tanam pohon mangga, buahnya habis diambil tetangga.
Tapi Pak Tani tetap tabah, meski sekarang tak punya apa-apa.
Petani yang malang, petani yang tabah.
Petani tahu, ini semua persekongkolan iblis, setan, maling dan Tuhan.
Namun,
Tak ada kesal meski semua terasa bebal.
Yang ada hanya senyum yang teduh.
Senyum yang membuat si maling sangat sebal.
Teduh yang membuat setan malah marah.
Petani yang baik hati.
Hatinya semulia permata.
Luasnya sampai ujung cakrawala.
Dari hati yang murni itu tumbuh berbagai buah-buahan.
Buah-buahan yang manis, sangat manis.
Manis yang tak sebanding dengan gula.
Manis yang tak sebanding dengan madu.
Jauh, jauh lebih manis dari nira.
Manis yang membuat iblis, hewan, manusia, malaikat dan Tuhan pun tergoda untuk mencurinya.
Petani yang penuh dengan cinta.
Buah-buahan itu adalah buah cinta.
Setiap kala senja tiba di ujung waktu malam.
Petani selalu berbisik pada setiap pohon.
Bisikan yang penuh kasih.
Sabda yang penuh cinta.
"Pohon kasih, buah kasih. Pohon cinta, buah cinta. Selalu kurawat kalian agar jauh dari ulat iri dengki dan cemburu. Ingatkah kalian bahwa setiap pagi kusiram kalian dengan air kehidupan. Air yang penuh dengan kandungan cinta dan kasih sayang semesta. Maka pada setiap malam yang gelap dan dingin, yang tak ada cinta dan kasih, kalian harus berbuah agar semesta tak dirundung pilu. Biarlah aku tak memakan hasil jerih payahku ini. Mereka lebih membutuhkan."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H