Sebagian publik mungkin tidak mengetahui, bahwa KPAI memiliki dasar hukum dan landasan yang kuat, dengan keputusannya menegur audisi bulutangkis yang diselenggarakan oleh salah satu perusahaan rokok.Â
Bagaimana tidak, kasus ini tercantum dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2012 Tentang Pengamanan Bahan Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan yang menerangkan tentang pembatasan bagi promosi/brand rokok.
Dasar inilah yang menjadi landasan kejengahan kaum anti-rokok, sehingga pada Bulan September 2018, Yayasan Lentera Anak melakukan upaya pelaporan terkait dugaan eksploitasi anak untuk mengkampanyekan rokok dalam audisi bulutangkis umum yang diselenggarakan PB Djarum. Alhasil Djarum Foundation melalui PB Djarum memutuskan akan menghentikan Audisi Umum PB Djarum mulai 2020.
Bagai pisau bermata dua: disatu sisi KPAI berharap ini merupakan langkah preventif untuk mencegah pengkonsumsian rokok oleh anak usia dini. akan tetapi, disisi lain KPAI justru sedang menggalikan lubang kuburan bagi minat dan bakat anak dibidang bulutangkis.
Bisa dikatakan KPAI lali ka purwadaksi. Tidak sedikit anak yang menggandrungi bulutangkis sebagai hobi. Titik awal rasa ingin bermain bulutangkis itu pasti muncul ketika si anak melihat pemain profesional yang ditayangkan di televisi, dan pemain profesional itu lahir dari audisi-audisi yang diadakan/disponsori salah satunya oleh PB Djarum.
Ketika dikaji menggunakan logika yang matang, maka timbul pertanyaan: apa pengaruhnya sebuah brand rokok ketika dipajang menjadi sebuah acara, baik itu yang bersifat pengembangan bakat atau konser musik bagi pengonsumsian rokok?Â
Atau yang lebih ekstrem, apa pengaruhnya ketika semua brand rokok tidak diiklankan secara komersial? Jawabannya pasti tidak ada. Orang Indonesia khususnya, pasti akan terus merokok. Maka jelas, pihak yang sebenar-benarnya membutuhkan bukanlah mereka.
Cania Citta Irlanie di kanal GeoLive dalam konten yang berjudul Polemik Audisi Bulutangkis Anak: PB Djarum vs KPAI-Yayasan Lentera Anak menyebutkan bahwa hal yang dilakukan oleh Yayasan Lentera Anak dengan mengkritisi audisi bulutangkis sebagai faktor primer dampak signifikan konsumi rokok, adalah suatu ketidakjelasan dalam mencari kausalitas.
"Kurang jelas hubungan sebab --akibatnya antara adanya brand rokok di audisi bulutangkis, atau brand Djarum dalam hal ini, yang disebut sebenarnya brand Djarum Foundation bukan Brand rokok. Tapi, lets say ada brand rokok di audisi bulutangkis ke konsumsi rokok atau aktifitas konsumsi rokok secara umum di Indonesia?"
Penegakan hukum dengan menerapkan regulasi bahwa orang berusia 21 tahun ke atas saja yang boleh membeli dan mengkonsumsi rokok, merupakan alternatif kebijakan yang menurutnya tepat dibandingkan menyerang audisi bulutangkis itu sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H