"sebuah kegiatan yang tidak bermanfaat" mungkin sedikit mendeskripsikan kegiatan perpeloncoan ini. Sebetulnya niat baik akan ada dan selalu ada di setiap masa pengenalan(MPA) akademik atau masa orientasi sekolah(MOS), namun kadang, kegiatan sampingan yang tidak bermanfaat ini masih saja dilakukan.
Pengaruh dari kegiatan MOS/MPA yang melenceng ini mungkin tidak akan terlalu besar, pasalnya orangtua pun kadang "memaklumi" adanya kegiatan ini meskipun tidak pantas, dan siswa pun ikut "memaklumi". Namun apabila dilihat tahun depan dimana siswa yang dipeloncokan menjadi kakak kelas, balas dendam mungkin saja menjadi faktor utama diadakannya kembali kegiatan melenceng ini. Sehingga kelama-lamaan akan menjadi sebuah budaya, budaya yang tidak pantas.
Terkadang sebagai senior, memang merasa berkuasa atas junior atau adik kelasnya. Mereka bebas melakukan apapun sebagai bentuk "orientasi" selama disetujui guru pembimbing. Kenyataan yang terjadi di lapangan, kegiatan "orientasi" ini malah justru dibuat menjadi sebuah lelucon yang tidak pantas. Menggunakan topi dari bola plastik? Ikat pinggang dari tali rafia? Mengalungkan permen? Siswa (dan mahasiswa) pun menjadi badut selama seharian atau bahkan lebih. Apa akan membantu proses pembelajaran? Menanamkan kedewasaan? Melatih kemandirian? Mengenal sekolah dengan baik? Tentu saja jawabannya jelas, yaitu TIDAK.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 55 tahun 2014 tentang Masa Orientasi Peserta Didik Baru di Sekolah, adalah salah satu upaya pemerintah untuk menekan "budaya" yang tidak pantas ini. Bahkan pemerintah pun harus turun tangan untuk menghadapi masalah yang seharusnya menjadi masalah internal sekolah. Seolah-olah sekolah yang harusnya mendisiplinkan siswa, didisiplinkan kembali oleh pemerintah, diawasi, dan dijaga ketat.
Dengan adanya peraturan tersebut, seharusnya tidak ada lagi sekolah yang memeloncokan siswa barunya. Tapi kenyataannya, masih banyak sekolah yang melakukannya. Banyak berita di media sosial, internet dan TV yang melaporkan kegiatan aneh ini. Penulis pun melihat sendiri beberapa waktu yang lalu, ada beberapa siswa baru yang berseragam SMP yang menggunakan bet dari susu sachet, topi dari kardus, dan aksesoris aneh lainnya. Entah peraturan menteri tersebut sengaja diabaikan, belum dibaca, atau memang tidak sampai ke pihak sekolah, penulis tidak mengetahuinya. Yang jelas, kegiatan yang tidak ada gunanya ini harus segera dihentikan, atau apabila memaksa mungkin dapat diubah menjadi kegiatan yang mengasah kemampuan siswa seperti PBB, Perkemahan, atau apapun yang jauh lebih bermanfaat.
.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H