Untuk mengatasi pemanasan global di bumi, terdapat banyak upaya yang dilakukan oleh seluruh pihak. Di tingkat internasional, KTT Perubahan Iklim PBB (COP 21 UNFCCC) di Paris, Prancis pada tahun 2015 melahirkan Paris Agreement yang merupakan sebuah kesepakatan 196 negara di dunia untuk mengatasi masalah perubahan iklim.
Dalam perjanjian tersebut, disebutkan bahwa salah satu cara untuk menangani krisis iklim ini adalah dengan memaksimalkan potensi karbon biru. Menariknya, Indonesia merupakan negara dengan salah satu ekosistem karbon biru terbesar di dunia! Tapi, apakah kamu sudah tahu apa itu karbon biru? Yuk, cari tahu lebih lanjut!
Karbon Biru: Si Penyelamat Bumi dari Bawah Air
Karbon biru adalah sebutan untuk karbon yang tersimpan atau dihasilkan ekosistem laut dan pesisir. Jenis karbon ini disebut 'biru' karena terbentuk di bawah air. Contoh ekosistem penghasil dan penyimpan karbon biru antara lain adalah mangrove, rawa gambut, padang lamun, terumbu, karang, dan fitoplankton.
Sebagai negara kepulauan dengan area laut mencakup 62% dari total wilayah, potensi lautan Indonesia sebagai penghasil karbon biru pun sangat besar. Bahkan, hutan mangrove dan padang lamun di Indonesia dikenal sebagai tempat cadangan karbon biru terbesar di dunia, yaitu 17%.
Di bumi ini terdapat berbagai jenis karbon yang dibedakan berdasarkan sumbernya. Ada karbon hitam dan karbon coklat yang berasal dari emisi gas rumah kaca dan emisi antropogenik karbon dioksida (CO2). Kedua karbon ini merupakan penyumbang pemanasan global.
Sementara itu, ada pula karbon yang berperan sebagai penawar dampak pemanasan global, yaitu karbon hijau dan karbon biru. Cadangan karbon hijau tersimpan di dalam tanah di daratan dan tumbuh-tumbuhan. Selama ini, sudah banyak upaya yang dilakukan untuk menjaga dan mengelola karbon hijau agar dapat menahan dampak pemanasan global.
Tapi, sayangnya selama ini belum begitu banyak yang memaksimalkan potensi karbon biru sebagai senjata untuk mengendalikan krisis iklim. Padahal, keberadaan ekosistem karbon biru di lautan disebut-sebut mampu menyerap hingga 55% dari karbon yang ada di bumi, melebihi kemampuan serap karbon hijau yang berada di daratan.
Ancaman Nyata Terhadap Potensi Karbon Biru