Mohon tunggu...
Evy Sofia
Evy Sofia Mohon Tunggu... -

seorang manusia biasa yang masih butuh banyak belajar dan ingin dapat berbagi ilmu bagi sesama... \r\n

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Biarlah Foto Ini Bercerita...

17 Agustus 2015   12:10 Diperbarui: 17 Agustus 2015   12:10 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagi setiap orang foto memiliki histori tersendiri. Ada banyak cerita yang mampu dihadirkan oleh setiap lembar foto. Pun demikian bagi saya. Dahulu saya tidak begitu peduli akan keberadaan foto. Pernah pula saya terheran-heran mengapa almarhumah ibu saya memiliki begitu banyak foto tentang dirinya dan tentang saya.

Demikianlah hal ini berlangsung beberapa lama. Sampai suatu saat saya tergerak untuk mengarsip foto-foto tersebut dengan baik. Saking sayangnya pada foto-foto tersebut sampai saya menempatkannya di album khusus dan meletakkannya di bagian paling atas rak buku dengan tujuan mudah untuk membersihkannya.

Ibu saya meninggal saat saya berusia 6 tahun. Saat itu saya masih duduk di TK B. Saya belum paham arti kehilangan. Saya belum paham apa yang dilakukan oleh banyak orang yang berkumpul di ruang tengah rumah kakek saya. Saya belum paham mengapa mereka menatap ibu saya yang sedang tidur di tengah ruangan tersebut dengan sedih. Saya belum paham mengapa mereka memeluk saya sambil menangis.

Setelah sekian lama baru saya menyadari bahwa kami telah berpisah untuk selama-lamanya. Saya dan ibu saya akan menjalani fase kehidupan yang berbeda. Ibu berada di alam barzah dan saya masih diberi kesempatan meneruskan perjuangan di dunia ini.

Saat ibu tak lagi berada di samping saya, saat inilah saya menyadari tak ada peninggalan lain yang lebih berharga daripada setumpuk foto yang tersusun rapi di album foto yang dengan rajinnya dikumpulkan oleh ibu saya. Dari foto-foto ini saya mengenali dan mengenang wajah ibu saya. Saat menatapnya terbersit lagi di memori saya tatapan matanya yang menyiratkan kekhawatiran saat saya terjatuh, terbayang lagi tatapan gembiranya saat saya berhasil menamatkan buku cerita yang dibelikan olehnya, terkenang lagi kehebohan yang ibu saya lakukan untuk mempersiapkan karnaval hari Kartini di sekolah.

Kekaguman pada sosok ibu semakin membuncah tatkala melihat dokumentasi kegiatannya. Saya bangga memiliki ibu yang dengan giat berjuang memajukan pendidikan lewat perannya sebagai guru dan sekaligus memajukan wawasan kaum wanita melalui organisasi yang diikutinya dengan sepenuh hati. 

Tak hanya itu, cara ibu saya bercerita memanglah unik. Beratus lembar foto tentang diri saya semenjak kecil hingga berusia enam tahun sungguh membuat saya tak lagi kesepian. Setiap kali saya merindukan ibu, cukuplah saya melihat tawa bahagia kami yang tergambar jelas di lembaran foto-foto itu. Dokumentasi pertambahan umur saya juga tertata lengkap dan rapi. Setiap tahun ibu berusaha menyenangkan hati saya dengan menggelar syukuran kecil-kecilan sebagai ajang berkumpul teman-teman dan keluarga. Tentu saja foto-foto yang menggambarkan adegan membuka kado adalah gambar favorit saya hingga kini.

Belajar dari apa yang dilakukan oleh ibu saya, sampai kini saya pun menjadi orang yang sangat rajin mengabadikan setiap kegiatan yang saya lakukan, baik aktivitas saya di keluarga, di tempat kuliah, sampai di tempat kerja. Semua saya kerjakan dengan senang hati karena saya yakin semua dokumentasi itu tak kan sia-sia.

Tiga tahun yang lalu saya kehilangan bapak saya. Setelah berkali-kali masuk rumah sakit, akhirnya Allah memanggil bapak saya. Lagi-lagi kesedihan luar biasa saya rasakan. Sejak ibu tiada, bapak lah yang menjadi sosok paling saya sayangi. Dengannya saya bisa bercerita banyak, dengannya saya menemukan sosok sahabat yang dapat memahami isi pikiran saya, dengannya saya menemukan motivator yang membuat saya selalu mencintai Tuhan, keluarga, dan ilmu pengetahuan.

Sejarah seakan terulang. Foto-foto bapak lah yang menjadi pengobat hati kala saya merindukan kehadirannya. Foto bapak yang terbaring lemah di ICU membuat air mata mengalir deras. Kesakitan yang bapak rasakan sekakan dapat saya rasakan secara langsung. Di sisi lain senyum bapak yang tergambar di foto menjadi penyemangat yang luar biasa kala hati dan pikiran penat dengan segala kejadian yang saya alami.

Bagi saya kenangan indah seperti ini menjadi penguat yang luar biasa walau ibu dan bapak tak mungkin lagi membersamai gerak langkah saya. Walau kini saya hanya dapat berkomunikasi pada Tuhan lewat doa yang saya kirimkan untuk mereka, namun inilah cara terindah saya untuk mendekap mereka dari jauh. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun