Perkembangan zaman telah mengubah paradigma masyarakat terhadap profesi petani. Dahulu dianggap sebagai profesi yang mulia dan dihormati, kini menjadi petani sering kali dianggap sebagai pilihan terakhir atau bahkan tidak dipertimbangkan sama sekali oleh banyak orang.
Apa yang menyebabkan perubahan persepsi terhadap profesi petani dari profesi yang dianggap mulia dan dihormati menjadi pilihan terakhir bagi banyak orang? Apa faktor-faktor yang menyebabkan banyak orang saat ini tidak mempertimbangkan profesi petani sebagai pilihan karir yang menarik?
Perubahan ini terjadi karena semakin kompleksnya tantangan yang dihadapi petani dewasa ini, termasuk fluktuasi harga, biaya produksi yang meningkat, dan kurangnya akses terhadap teknologi dan sumber daya yang diperlukan.
Sebuah media online, agrisustineri.org, merilis artikel dengan judul “Young Farmers: The Ideal Number of Young Farmers in Indonesia” menulis jumlah petani muda di Indonesia memprihatinkan. Banyak generasi muda yang tidak tertarik untuk terjun di bidang pertanian, hal ini menyebabkan regenerasi petani menurun dan mencapai tahap distress. Jumlah petani muda Indonesia di Indonesia relatif kecil jika dibandingkan dengan jumlah total petani. Pada tahun 2019 tercatat hanya sekitar 33,4 juta total petani; Dari jumlah tersebut, jumlah generasi muda hanya 2,7 juta dengan rentang usia 20 dan 30 tahun.
Senada dengan agrisustineri.org, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) juga menunjukkan adanya tren penurunan jumlah petani di Indonesia, terutama di kalangan generasi muda. Penurunan minat generasi muda untuk menjadi petani juga dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti perubahan gaya hidup, urbanisasi, dan kurangnya penekanan pada pendidikan pertanian di sekolah-sekolah.
Badan Pusat Statistik (BPS) melalui Sensus Pertanian 2023 menunjukkan bahwa petani muda (Generasi Z atau milenial) mengalami penurunan dalam 10 tahun terakhir. Jumlah petani muda berusia 25-34 tahun turun dari 11,97% pada 2013 menjadi 10,24% pada 2023.
Petani muda berusia 35 sampai 40 tahun mengalami penurunan dari 26,3% menjadi 22%. Terdapat kecenderungan bahwa dalam 10 tahun terakhir, petani muda semakin menjauh dari sektor pertanian," ujar Pengamat Pertanian Khudori kepada PRO 3 RRI, Minggu (14/1/2024).
Hasil wawancara Kompas (Selasa, 5/3/2024) dengan Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Garut, Jawa Barat, Endang Solihin, menggambarkan dilema yang dihadapi oleh petani modern. Semakin kompleksnya tantangan seperti fluktuasi harga dan biaya produksi yang tinggi telah membuat profesi petani kurang menarik dan menguntungkan. Selain itu, ketidakpastian ekonomi dan kurangnya dukungan dari pemerintah juga berkontribusi pada menurunnya minat generasi muda terhadap profesi petani.
Kondisi darurat jumlah petani dan segala tantangannya, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, tentu membutuhkan langkah-langkah yang konkret dan terperinci. Berikut ini saya menjelaskan beberapa langkah konkret untuk menghadapi tantangan tersebut.
Pertama, pemerintah perlu meningkatkan penekanan pada pendidikan pertanian di semua tingkatan pendidikan, dengan menyediakan kurikulum yang relevan dan program magang yang terintegrasi dengan industri pertanian. Hal ini akan meningkatkan kesadaran generasi muda akan potensi dan tantangan dalam profesi petani. Selain menyediakan kurikulum yang relevan dan program magang, penting untuk memperkuat program pendidikan pertanian dengan mengintegrasikan pembelajaran praktis di lapangan dan mengajarkan keterampilan manajemen serta teknis yang diperlukan dalam mengelola usaha pertanian