Pada awalnya kasih sayang. Akhirnya kekerasan dalam rumah tangga. Mengapa kasih sayang tidak tinggal tetap? Mengapa mesti ada KDRT? Tidak adakah cara lain yang bisa diandalkan untuk tidak melakukan kekerasan?
Kita semua berharap bahwa relasi yang didasari kasih sayang tetap langgeng. Namun sayangnya, harapan akan hubungan seperti itu masih jauh dari kenyataan. Ada begitu banyak kasus yang kita temui dalam rumah tangga yang diakhiri dengan kekerasan. Tulisan ini, hanyalah sebuah refleksi pada bulan kasih sayang.
Oleh karena menjamurnya kenyataan KDRT, para peneliti mulai menggali faktor-faktor pemicunya. Dugaan saya, pertanyaan utama dalam penelitian itu adalah mengapa ada tindakan kekerasan dalam relasi rumah tangga?
Hasil penelitian membuktikan bahwa ada banyak faktor penyebab KDRT. Beberapa penyebabnya yang bisa disebutkan misalnya dominasi gender, budaya dan kepercayaan, masalah ekonomi, trauma masa kecil, poligami dan selingkuh
Ada juga penelitian lain yang menemukan bahwa kekerasan dalam rumah tangga disebabkan oleh sifat cemburu dan pembagian kekuasaan yang tidak adil. Sementara itu, kesalahan dalam menyelesaikan masalah, kecanduan, dan faktor gangguan mental juga merupakan faktor pemicu dalam KDRT.
Hasil penelitian lain juga menunjukkan bahwa faktor-faktor penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga pada tingkat survivor adalah perselingkuhan, masalah ekonomi, budaya patriarki, campur tangan pihak ketiga, bermain judi, dan perbedaan prinsip.
Sementara berdasarkan hasil SPHPN Tahun 2016 mengungkapkan terdapat 4 (empat) faktor penyebab terjadinya kekerasan fisik dan/atau seksual terhadap perempuan yang dilakukan oleh pasangan yaitu faktor individu, faktor pasangan, faktor sosial budaya, dan faktor ekonomi.
Kita bisa menyimpulkan bahwa penyebab KDRT adalah sifat cemburu dan pembagian kekuasaan yang tidak adil, kesalahan dalam menyelesaikan masalah, kecanduan, faktor gangguan mental, perselingkuhan, masalah ekonomi, budaya patriarki, campur tangan pihak ketiga, bermain judi, dan perbedaan prinsip.
Sudah banyak penelitian yang dilakukan untuk menggali akar permasalahan KDRT. Namun pertanyaannya bagi kita sekarang adalah apakah hasil penelitian itu sudah bisa menyelesaikan KDRT? Untuk menjawab pertanyaan ini mari kita lihat data KemenPPPA berikut ini.
Menurut data dari KemenPPPA, hingga Oktober 2022 sudah ada 18.261 kasus KDRT di seluruh Indonesia, sebanyak 79,5% atau 16.745 korban adalah perempuan. Selain data tersebut, yang bisa kita soroti dari data dari KemenPPPA itu adalah KDRT juga menimpa laki-laki sebanyak 2.948 menjadi korban.
Nah, kalau kita kembali kepada penelitian SPHPN 2016, angka kekerasan dalam rumah tangga tahun 2022 idealnya sudah tidak ada lagi. Sebab akar permasalahan KDRT sudah ditemukan kurang lebih 6 tahun sebelum KemenPPPA merilis datanya. Atau sekurangnya-kurangnya data KDRT di bawah 10%.