Dalam tulisan saya di bagian 1, saya telah membeberkan tentang adanya realitas keberagaman. Keberagaman pada suatu sisi sangat menyenangkan karena hidup bisa saling melengkapi dan lebih berwarna. Namun dari sisi yang lain keberagaman membawa dampak tertentu bagi kehidupan seperti lahirnya kelompok yang termarginalisasikan. Kelompok termarginasilisasi dalam dunia pendidikan misalnya anak berkebutuhan khusus.
Anak berkebutuhan khusus merupakan peserta didik yang membutuhkan layanan pendidikan khusus sesuai dengan potensi dan kebutuhan belajar masing-masing. Kebutuhan khusus yang dimiliki oleh peserta didik bisa disebabkan oleh faktor dari dalam dirinya (bawaan sejak lahir) dan faktor luar dirinya (lingkungan). Peserta didik berkebutuhan khusus bisa dilihat dari hambatan penglihatan, hambatan pendengaran, hambatan berpikir, sosial dan emosional serta hambatan lain yang berasal dari luar dirinya.
Ruang lingkup dari anak berkebutuhan khusus tidak saja pada peserta didik yang mengalami keterbatasan tetapi juga pada anak-anak yang memiliki kelebihan yang luar biasa baik secara fisik maupun mental intelektual, sosial maupun emosional.Â
Dengan kata lain, peserta didik yang digolongkan dalam anak berkebutuhan khusus adalah peserta didik yang memiliki kerterbatasan jauh di bawah standar oleh karena keterbatasan fisik, mental, intelektual, sosial, emosional maupun peserta didik yang memiliki kemampuan luar biasa.
Pertanyaan bagi kita adalah bagaimana cara mengelompokan peserta didik agar bisa dikenali hambatannya (keterbatasan/kelbihan luar biasa)? Pada saat awal penerimaan peserta didik, lembaga pendidikan perlu melakukan proses identifikasi. Proses identifikasi sangat penting dilakukan karena melaluinya pihak sekolah bisa menjaring dan mengenal hambatan dari peserta didik. Dikatakan sebagai hambatan bila ada kesenjangan antara kondisi obyektif dan perkembangan sesuai dengan usianya.
Tahap yang harus dilakukan dalam proses identifikasi adalah menghimpun data peserta didik, menganalisis dan mengklasifikasi peserta didik, menyelenggarakan pembahasan kasus, menyusun laporan hasil pembahasan.
Proses identifikasi menjadi salah satu hal yang seringkali dilupakan dalam perjalanan pendidikan kita selama ini. Mudah-mudahan dengan dan melalui pelatihan guru pembimbing khusus ini, lembaga penyelenggara pendidikan kedepannya bisa mulai melakukan proses identifikasi sebagai proses awal setiap melakukan penjaringan peserta didik baru. Guru pembimbing khusus beserta seluruh komponen yang terlibat dalam proses belajar dan mengajar di sekolah mulai mengoptimalkan kegiatan identifikasi terhadap peserta didik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H