Penggunaan bahasa Indonesia yang baku di masyarakat, sudah sangat jarang digunakan dalam percakapan sehari-hari pada saat ini. Kebanyakan masyarakat saat ini menggunakan bahasa gaul yaitu bahasa daerah masing-masing mengingat Indonesia memiliki kekayaan berupa keberagaman budaya, termasuk ragam bahasa daerah yang sangat banyak di berbagai daerah tertentu.
Berbeda dengan zaman dahulu, penggunaan bahasa Indonesia yang baku semakin lemah dikarenakan kurangnya literasi dan menulis kata-kata berbahasa Indonesia dengan baik dan benar.
Akibatnya, para remaja menjadi tidak begitu memahami kaidah-kaidah dari bahasa Indonesia yang merupakan bahasa persatuan mereka sendiri dan bisa jadi terlalu terbiasa menggunakan bahasa Indonesia yang tidak baku hingga tidak begitu mengetahui cara berbahasa Indonesia yang baik dan benar ketika menghadapi suatu suasana yang formal.
Di samping itu, penggunaan bahasa Indonesia yang tidak baku justru dianggap sebagai salah satu cara berkomunikasi dengan orang lain agar dapat menambah keakraban satu sama lain. Namun dampaknya, bahasa Indonesia yang baku menjadi dinilai terlalu kaku untuk digunakan dalam percakapan sehari-hari.
Ragam bahasa Indonesia ini juga telah terpengaruh oleh arus globalisasi. Banyak anak muda sering mencampurkan bahasa asing dalam bersosialisasi bermasyarakat dan dalam kehidupan sehari-hari. Saat ini banyak juga istilah-istilah bahasa gaul anak muda salah satunya adalah bahasa anak Jaksel atau singkatan dari bahasa anak Jakarta Selatan.
Gaya bahasa anak Jaksel telah dikenal oleh banyak orang karena keunikannya dalam gaya bahasanya yaitu menyelipkan sepatah kata bahasa asing di tengah-tengah percakapan berbahasa Indonesia.
Gaya berkomunikasi yang menggunakan lebih dari satu bahasa dalam satu kalimat, dilakukan untuk membedakan diri dengan orang lain. Faktor ini sebagai latar belakang utama maraknya gaya bahasa anak Jaksel. Faktor lainnya para remaja tersebut merasa bahwa dapat berbicara bahasa asing itu dapat terlihat lebih keren.
Namun karena bahasa asing tersebut memerlukan waktu yang sangat lama untuk menguasainya, akhirnya hanya beberapa kata saja yang diucapkan dalam bahasa asing seperti kata “which is”, “literally”, dan selebihnya berbahasa Indonesia sehingga terwujudlah bahasa anak Jaksel.