Jodhi berpendapat, terdapat 2 lokasi yang menjadi tempat favorit bagi para agensi periklanan dalam memasang media iklan luar ruang yang ada di Kota Yogyakarta. "Kita lihat aja kayak di Jalan Seturan Raya dan Babarsari, baliho-balihonya kayak apa. Banyak banget yang gak sesuai dengan undang-undang namun tetap di legalin pemerintah," ucapnya saat diwawancara.Â
"Hal ini sangat berpengaruh. Pada saat tahun lalu kan banyak sekali baliho yang tumbang waktu hujan badai, tentu hal ini akan mempengaruhi keamanan. Selain itu baliho ilegal ini merusak estetika tata kota yang menutupi bangunan dan pandangan kita yah. Sebenernya kenapa kritik baliho ya karena ini tuh masalah mikro disekitar kita," tambahnya saat ditanya mengenai pengaruh iklan luar ruang pada tata ruang kota.Â
Alih-alih mereka memberikan solusi kreatif dalam pameran Kala Nara Karma dalam mengatasi kesemrawutan baliho. Mereka menyarankan untuk menyatukan iklan luar ruang tersebut kepada bangunan yang telah disesuaikan, sehingga tetap terlihat nyaman dan tidak menutupi bangunan. Tak hanya itu, terdapat rekomendasi untuk mengatur bagaimana cara untuk mengatur iklan luar ruang seperti baliho dan reklame dengan membuat iklan luar ruang secara minimalis dan secukupnya sehingga selain menciptakan rasa nyaman dan aman bagi para pejalan kaki tetapi juga sesuai dengan regulasi yang ada di Yogyakarta.Â
Tak hanya mereka, seorang Dosen Desain Komunikasi Visual di Institut Seni Indonesia Yogyakarta juga kerap menyampaikan kritiknya terhadap sampah visual terkhusus iklan luar ruang yang seakan memprivatisasi ruang publik di kota Yogya. Beliau bernama Sumbo Tinarbuko, yang merupakan seorang dosen sekaligus pemerhati budaya visual di Kota Yogyakarta.Â
Tim ingin mewawancarai dan berbincang bersama beliau, sehingga tim menghubungi pihak Sumbo Tinarbuko melalui berbagai macam media seperti Instagram, Whatsapp, Facebook. Tim jurnalis juga sudah mendatangi kediaman Beliau untuk memberikan surat permohonan kepada Beliau secara fisik. Tetapi sampai saat ini, tidak ada respon dan jawaban apapun mengenai ketersediaan Beliau menjadi narasumber kami.
Dikutip dari KR Jogja (24/03/2017), Sampah visual tersebut bisa menjelma sebagai bencana sosial dan melunturkan keistimewaan Yogyakarta. Ruang publik yang kotor dan mengganggu estetika kota bisa membuat Yogyakarta tak lagi nyaman bagi penduduknya.Â
"Dulu dianggap tidak masalah. Ternyata seiring waktu semakin masif. Di jembatan ada, tembok, sembarang tempat. Saya harap pemerintah dan Satpol PP bergerak. Karena telah menjelma menjadi vandalisme dan semakin meresahkan," Ungkap Sumbo, dalam KRJogja (24/03/2017)
Oleh sebab itu, kami mewawancarai salah satu Dosen Arsitektur UAJY yakni Prof. Dr. Amos Setiadi untuk meminta kejelasan mengenai pengaruh iklan luar ruang yang semrawut terhadap pembangunan dan tata ruang kota.Â
"Reklame di ruang kota tentu berdampak langsung pada arsitektur kota. Salah satu pembentuk arsitektur kota adalah tata bangunan dan lingkungan (TBL). Di dalam TBL terdapat tata tanda (signage), baik tata tanda lalu lintas yang disediakan oleh pemerintah maupun tata tanda reklame (komersial dan non komersial). Maka estetika arsitektur kota turut ditentukan oleh tata tanda tsb." Ujarnya melalui pesan singkat yang dikirimkan kepada Tim (26/6/2023).
"Reklame di ruang kota sebenarnya bisa dikatakan bukan sampah visual sejauh memenuhi peraturan daerah tentang reklame. Kota Yogyakarta memiliki Perda Kota Yogyakarta No 6 Tahun 2022 Tentang Reklame." tambahnya.
Kami berusaha mencari tahu, alasan mengapa masih banyak pihak yang menggunakan iklan luar ruang sebagai media promosi. Oleh sebab itu, kami menanyai Dosen Ilmu Komunikasi untuk meminta kejelasan mengenai efektivitasnya dalam mempromosikan sebuah produk di era digital saat ini. Kami mewawancarai Pak Meganusa Prayudi Ludvianto dan juga Pak Alexander Beny Pramudyanto.