Mohon tunggu...
Rina Evi
Rina Evi Mohon Tunggu... -

"Dan nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu DUSTAKAN?"

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Berani Lebih Baik

16 Mei 2016   21:58 Diperbarui: 16 Mei 2016   22:55 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap orang, begitu juga kita sendiri menginginkan untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Kita ingin menjadi seseorang yang lebih baik dari hari ini ataupun hari kemarin. Bahkan ketika kita melakukan sebuah keburukan, terbersit untuk menolak melakukan itu. Nurani kita memberontak, hati terasa gelisah, tidak tenang, dan diri kita merasa bersalah karena melakukan hal itu.

         Kita sering mengabaikan bisikan kebaikan yang terdengar halus dan lembut itu, mungkin kita telah tenggelam dan asyik tetap pada keburukan sehingga kita merasa pada zona nyaman. Bahaya sekali ketika kita menikmatinya.. astaghfirullah..

Kita hanya butuh BERANI. Kita takut bila kita berubah lebih baik, nanti kembali lagi menjadi yang buruk lagi. Gaeees.. manusia itu memang tempatnya salah dan lupa. Wajar saja, ketika kita kadang keliru. Akan tetapi, di sini kita perlu yang namanya “proses”.

“Emang ada komentar tidak suka tentang pakaianmu, Vi?”

“Ada, komentar pedaspun ada.”

“Lalu, menyikapinya bagaimana Mbak?”

“Senyumin aja.. Komentar-komentar itulah bagian dari sebuah proses, dek. Nah, untuk menjadi lebih baik harus berani. Karena, kita akan diuji seberapa kuat kemauan untuk menjadi lebih baik.”

“Orang tua mendukung ya Mbak?”

“Alhamdulillah.. Awalnya mereka bertanya, ‘nduk. Kamu ki kenapa?kok kudunge bedo?’ sebagai orangtua mereka khawatir jika aku tersesat pada aliran tertentu, itulah wujud cinta mereka.”

“Iya Mbak, betul.”

“Keluarga kitapun bisa jadi ujian pula, dek. Kalau benar-benar berani menjadi lebih baik, harus kuat menghadapi berbagai resiko, insyaAllah Allah mudahkan.”

“Ngomong-ngomong, bagaimana perjalanan Mbak berhijab?”

Aku menengok ke jendela, menikmati tetesan-tetesan air hujan. Pikiranku melayang pada memori beberapa tahun lalu. “Panjang ceritanya.”

Pertama, dulu aku berpakaian seperti anak diusiaku. Lengan dan celana pendek.

Kedua, aku belajar untuk membiasakan diri memakai celana panjang.

Ketiga, tubuhku harus terbiasa dengan pakaian lengan panjang dan celana panjang.

Keempat, aku mulai berkerudung, meskipun kerudungnya sangat kepepet, namun aku menikmati proses itu. Aku hargai usahaku sendiri dek.

Ke empat, aku belajar pakai rok. Mungkin, karena tidak terbiasa memakai rok, ya? Rasanya sulit dan merepotkan dek, tetapi karena aku harus berani lebih baik ya harus dijalani. Bisa karena biasa, biasa karena kebiasaan.

Ke lima, aku belajar untuk mengulurkan kerudung yang lebih menutupi dada. Rasanya malu sendiri ketika bagian itu terlihat lekuknya.

Ke enam, aku belajar menyempurnakan hijabku dek. Membutuhkan waktu yang tak sebentar. Alhamdulillah.. Allah hadirkan kawan-kawan yang mendukungku untuk itu, dan sekarang aku masih belajar.

“Aku sama seperti sampean yang dulu, Mbak. Aku hanya berkerudung ketika sekolah, jadi ya aku berkerudung karena sekolahku mewajibkan untuk berkerudung Mbak. Aku ingin berkerudung dimanapun dan kapanpun.”

“Ya tadi itu dek, harus BERANI!”

“Malu.”

“Dulu, aku juga merasa malu, Alhamdulillah.. kita masih memiliki rasa malu. Akan tetapi, jika kita melakukan hal kebaikan kok malu, namun ketika kita enggan meninggalkan hal yang tidak baik kok biasa aja, kan ya lucu?”

“Tapi Mbak.”

“Jangan pakai tapi, jangan turuti kata tapi. Untuk berani lebih baik, hapus kata ‘tapi’ dalam fikiranmu. Kata tapi adalah penghambat dan penghalangmu menuju jalan yang lebih baik.”

Nikmati saja prosesnya, ambil hikmahnya. Nikmatilah seperti nikmatnya ketika waktu kecil kita belajar berjalan. Kita belajar berjalan, tetapi jika kita mendengar:‘tapi kalau jatuh gimana? Tapi kalau kesandung gimana? Dan tapi tapi lainnya.’ Jika kita turuti kata tapi satu kali saja, mana mungkin sekarang kita bisa berjalan? Wallahua’lam bishawab.

(http://rinaeviku.blogspot.co.id/2016/02/berani-lebih-baik.html)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun