Charles Tilly lahir di Lombard, Illinois, Amerika pada 27 Mei 1929. Charles Tilly merupakan tokoh sosiologi modern berkebangsaan Amerika  yang berkontribusi dalam sosiologi lewat karya-karya nya. Riwayat pendidikan dari Tilly antara lain Universitas Harvar, Kolese Balliol.  Charles Tilly dipengaruhi oleh beberapa tokoh diantaranya Karl Marx, Max Weber, Herbert Spencer dan lain-lain. Karya-karya dari Charles Tilly sepert  Contentious Politics (2006) , Durable Inequality (1998), Why ?(2006), Trust and Rule (2005) dan lain-lain. Charles Tilly meninggal pada 29 April 2008 di New York, Amerika Serikat.Â
Penulis mengenal lebih dalam mengenai teori Reportoire Charles Tilly berdasarkan jurnal dengan judul "GERAKAN PERLAWANAN PETANI DESA KASMARAN KECAMATAN BABAT TOMAN KABUPATEN MUSI BANYUASIN TERHADAP PT. GUTHRIE PECCONINA INDONESIA" karya Dodi Rachmadian.  Sebelum penulis beralih membahas mengenai konsep Reportoire Charles Tilly, alangkah lebih baiknya terlebih dahulu membahas secara singkat mengenai gerakan sosial menurut Charles Tilly, karena keduanya memiliki keterhubungan satu sama lain. Di dalam jurnal dijelaskan secara singkat bahwa Gerakan sosial menurut Tilly adalah sebagai rangkaian interaksi berkelanjutan antara otoritas dengan para penentangnya yang membuat tuntutan-tuntutan berdasarkan kepentingan konstituen dengan preferensi tertentu. Lebih jelasnya, Charles Tilly mendefinisikan gerakan sosial merupakan aksi tindakan sebuah "rangkaian interaksi berkelanjutan" antara otoritas dengan penentangnya yang membuat tuntutan-tuntutan berdasarkan kepentingan konstituen dengan preferensi khusus (Rachmadian,2019: 31). Konsep Reportoire dapat juga di sebut sebagai "serangkaian tindakan perlawanan kolektif". Tilly berpendapat bahwa salah satu unsur gerakan sosial adalah kondisi hubungan pertentangan  (Contention relation), jadi bisa dikatakan bahwa antara konsep gerakan sosial dan konsep reportoire memiliki keterikatan.Â
"Charles Tilly mendifinisikan repertoire sebagai sekumpulan atau cara yang dipergunakan sekelompok masyarakat dalam mencapai keinginan atau klaim mereka, alat atau cara tersebut memiliki fungsi sebagai pilihan bentuk strategi dan taktik aksi kolektif" (Syawaludin Mohammad, 2017: 31). Tilly berpandangan repertoire merupakan suatu konsep kerja untuk mengidentifikasikan berbagai bentuk dari tindakan perlawanan dan sebagai suatu cara untuk menyampaikan tuntutan yang digunakan oleh kelompok subordinat melalui cara menginovasi strategi dan taktik yang pernah dilakukan (Rachmadian,2019 : 33). Menurut Tilly, reportoire dapat terjadi di mana saja dan kapan saja, baik pada level grup kecil maupun di level umum. Pada level grup kecil misalnya saat terjadi aksi protes dengan demo yang dilakukan oleh para karyawan kepada P.T  di mana mereka bekerja, bisa jadi karena kebijakan yang dianggap sangat merugikan buruh atau bisa juga unjuk rasa untuk menuntut kenaikan gaji dan lain sebagainya. Pada level umum, contohnya adalah saat  masyarakat melakukan unjuk rasa terhadap kebijakan omnibus law yang dianggap merugikan pihak buruh kerja. Perbedaan antara level grup kecil dan level umum adalah keduanya memang sama-sama menggunakan taktik di dalam aksi-aksinya, namun pada level umum  penggunaan taktik di dalam aksi-aksinya sebagai alat tuntutan yang bersifat umum dan dapat digunakan sebagai alat atau stategis penyampaian tuntutan bagi banyak orang dimana saja dan kapan saja.Â
Menurut pemahaman penulis, teori mengenai reportoire Charles Tilly merupakan sebuah  pembahasan lebih lanjut mengenai teori gerakan sosial miliknya. Teori reportoire merupakan serangkaian cara atau strategi yang digunakan oleh serangkaian orang atau masyarakat untuk menunjukan perlawanannya mengenai suatu kebijakan baik ketidaksetujuan terhadap suatu kebijakan, maupun menuntut untuk dibuatkan kebijakan tertentu. Pada teori reportoir ini menekankan kepada perlawanan yang dilakukan pihak yang dikuasai terhadap pihak yang menguasai. Contohnya adalah perlewanan buruh kepada PT, rakyat terhadap pemerintah, mahasiswa kepada pihak kampus, dan sebagainya.Â
Di zaman yang serba digital seperti sekarang, nyatanya memang berdampak kepada semua aspek kehidupan. Pada saat ini, informasi apapun dapat diperoleh lewat gawai.  Orang-orang berlomba-lomba membagikan informasi pribadi miliknya di media sosial sebagai ajang utuk pamer. Tidak jarang pula, terdapat segelintir orang yang membagikan sesuatu yang seharusnya tidak seharusnya dibagi di media sosial, hanya demi sebuah view dan komentar supaya bisa terkenal. Masyarakat sekarang lebih aktif di media sosial dari pada di dunia aslinya. Sisi positifnya adalah  dengan tidak adanya keterbatasan informasi di media sosial membuat semua informasi lebih transparan. Berita apapun dapat dilihat dan diakses oleh masyarakat, membuat masyarakat lebih melek terhadap informasi dan kebijakan terbaru yang dikeluarkan pemerintah misalnya. Dan menurut penulis, konsep reportoire juga dapat dilakukan lewat media sosial, bukan hanya lewat demo atau unjuk rasa saja. Protes yang dilakukan lewat media sosial terkadang juga lebih cepat mendapat respon dari pada melakukan demo yang berujung kekacauan kemudian dibubarkan tanpa membawa hasil.Â
Syawaludin Mohammad, Sosiologi perlawanan, studi perlawanan Repertoar Petani di Rengas Ogan Ilir Sumatera Selatan, (Yogyakarta: Deepublish, CV Budi Utama, 2017)
Dodi Rachmadian. skripsi. "GERAKAN PERLAWANAN PETANI DESA KASMARAN KECAMATAN BABAT TOMAN KABUPATEN MUSI BANYUASIN TERHADAP PT. GUTHRIE PECCONINA INDONESIA". UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG. 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H