Buah tidak jatuh jauh dari pohonnya. Pepatah itu bukan hal baru, bukan hal asing, dan bukan pula hal yang bikin pusing. Hampir semua manusia tahu serta mengerti makna kalimat itu, hampir semuanya mengiyakan dan menyetujui. Bukan hal aneh, karena memang begitu adanya. Lalu bagaimana dengan Lea? Apa Lea juga setuju seperti hampir semua orang? Atau malah kebingungan karena ragu-ragu? Atau memang Lea yang membingungkan? Jawabannya mungkin memang Lea yang sering bingung dan membingungkan.
Lea menyimpulkan dengan mantap. Pikiran berlebihan sebelum tidur ini sudah menjadi penyakit hampir semua manusia, dia salah satunya. Sedikit lucu memang penyakit yang satu ini. Eh sebentar, apa ini penyakit? Atau bukan penyakit? Tapi hal menyakitkan memang pastas disebut penyakit kan? Entahlah, Lea akan tetap menyebutnya sebagai penyakit.
Penyakit ini sedikit lucu, kenapa? Sebelum tidur, Lea menutup matanya: gelap, hitam, sunyi, dan sebagainya. Tapi terkadang, muncul gambar berjalan seperti film jangka pendek atau gif hitam putih. Mereka lebih sering menyeramkan daripada menyenangkan, terkadang hal aneh itu bersuara: tertawa sangat jelas atau menangis terisak. Kadang juga seperti potongan film horor: gambar berjalan orang yang dikejar oleh orang lainnya, wajah yang tiba-tiba nampak di layar buatan penyakit ini dan sebagainya. Itu beberapa bagian yang menyeramkan, lalu yang nenyenangkan? Entah, otak Lea terlalu payah untuk mengenang hal seperti itu.
Lalu di mana hal yang menyakitkan dari penyakit ini? Di bagian ketika film jangka pendek itu memukul perasaannya. Lea tidak bisa tidur, isi kepalanya terus-terusan memikirkan sesuatu yang sebetulnya sudah ada jawaban atau solusinya, yang dipikirkan tidak lebih dari hal omong kosong lalu berujung ke hal yang menyakitkan seperti ingatan masa lalu yang kejam atau kekhawatiran tentang masa esok dan seterusnya. Kira-kira seperti itu gambarannya.
Tema pikirannya malam ini adalah buah yang jatuh tidak jauh dari pohonnya. Pikirannya menyimpulkan bahwa dia adalah orang yang bingung dan membingunkan karena tidak tahu harus setuju atau tidak terhadap pepatah itu. Dia seorang gadis yang masa kecilnya terlalu bahagia, masa kecil yang diimpikan semua anak kecil di planet ini. Lalu masa remajanya, tidak terlalu menarik dan agak menyakitkan. Biasa saja? Mungkin.
Lalu keluarga, lengkap. Kebahagiaan dalam keluarga, entah.
"Aku pernah memasak dengan ibuku. Memasak beberapa menu sambil melihat resepnya di internet. Lalu aku melihat hal serupa dilakukan oleh temanku dan ibunya, tapi kenapa rasanya aku tidak sebahagian temanku padahal situasi kami sama,
"Aku pernah meminta ayah untuk mengajariku menyetir, tapi beliau menolak, sibuk katanya, dan ada orang lain yang bisa mengajariku. Lalu temanku membagikan poto dirinya dan ayahnya. Lalu aku sadar: ah, aku belum pernah poto berdua dengan ayahku."
Pikiran-pikiran seperti itu yang kadang membawa jalan ke hal yang menyakitkan.
"Ayahku orang yang sangat baik. Beliau keras tapi tidak padaku. Beliau juga sering marah tapi tidak pernah marah kepadaku. Kecuali akhir-akhir ini, mungkin karena aku yang tumbuh menjadi anak yang menyebalkan atau aku yang selalu berbuat salah tapi selalu merasa benar,
"Ibuku orang yang sabar, seorang yang perfeksionis, dan seringkali punya ambisi yang besar. Aku mengaguminya. Tapi, aku orang yang teledor dan tentu saja seringkali meluka jiwa perfeksionis ibu. Lalu, apa aku anak yang hanya bisa melukai perasaan ibu? Ah, entah. Ibuku juga orang yang berpendirian, pemikiran yang bijak namun kadang tidak sejalan dengan pikiranku. Apa aku durhaka karena pemikiranku menentang pemikiran ibuku?"