Mungkin kau tidak mengenal satireÂ
Puisi pun hanya fiksi bagimuÂ
Bahkan kata yang terang benderangÂ
Kau gunakan sebagai bahan pengelakanÂ
Tegur sapa yang mekar di awal-awal perjumpaan kitaÂ
Mendadak kaku ketika keramahanku perlahan memudarÂ
Enggan lagi aku berkata-kata kepada sesiapa yang tidak kenal hargaÂ
Apa kau tidak tahu-menahu soal kenyamanan?
Pergi tanpa pamit
Mundur tanpa pengakuan
Tertawa seakan tidak terjadi apa-apa
Dari sudut pintu aku mengawasi peristiwa itu
Tidak satupun mampu membaca kenyataan yang terjadi
Kecuali aku
Kau letakkan cerita di atas tungku
Membuatku kedinginan setengah sadar
Wajahku sudah biru
Tapi kau masih saja bertanya
Di mana ketahuanmu?
Memandangku dengan pesimisme
Tertipu dengan perasaanmu sendiri
Sekarang kau seakan sedang memburu kesempatan
Kaca-kaca yang suang kau pecahkan
Berkumpul di bawah langit-langit palsu
Kau susun beralaskan harapan gores di tanganmu
Membuat kesimpulan akan adanya simpati dariku
Tolong pertimbangkan lagi
Pecahannya bisa menghidupkan keinginan untuk balik menyakiti
Surabaya, 14 Januari 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H