Mohon tunggu...
Runive
Runive Mohon Tunggu... Penulis - Evi Nur Humaidah

Apalagi kalau bukan menulis?

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dinamika Benar Salah dan Eksistensi Manusia sebagai Manusia

15 Desember 2018   11:41 Diperbarui: 15 Desember 2018   11:47 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tiap-tiap pagi buta menyapa, selalu ada keraguan untuk terus hidup dan melakukan aktivitas seperti apa yang seharusnya dilakukan. Beberapa keresahan seperti 'meminta' untuk diluahkan.

Sempat berdiskusi dengan orang-orang yang mau diajak berbicara mengenai keadaan sekitar mulai dari bawah hingga yang paling atas. Satu dua masalah bolehlah menemukan jawaban. Namun, beberapa seakan butuh penelusuran yang lebih jauh dan terus menimbulkan semakin banyak tanda tanya.

Memang, kita tidak memiliki hak sepenuhnya untuk mematenkan kebenaran dan kesalahan. Karna kebenaran versi manusia hanya mampu berjejak pada titik hampir benar. Bahkan ada pula manusia yang masih meragukan kebenaran Tuhan karena manusia lainnya.

Jangan terburu-buru untuk memandang pada jejak langkah para Nabi. Teramat mulianya mereka untuk dibanding-bandingkan dengan manusia masa kini.

Kita yang jauh dari kehidupan beragama, berkoar-koar merasa membela. Padahal, terselip tebal kepentingan duniawi. Mencaci maki, mencari celah sebanyak-banyaknya untuk mengunggah kesalahan-kesalahan orang lain.

Begitukah caranya? Itukah membela?

Membela agama adalah kewajiban bagi setiap penganutnya. Yang dipermasalahkan adalah apa yang dibela? Setiap keyakinan telah meyakinkan penganutnya dengan ajaran yang mulia. Sesungguhnya bagian mana yang dibela?

Apakah pembelaan hanya dalih dari sebuah pembenaran?

Jika perilaku masih lekat dengan caci maki, hina cela, hujat menghujat, ringan menggerogoti jiwa-jiwa insani untuk kepentingan duniawi, tak segan membunuh hanya untuk menutup jejak kesalahan diri, sibuk memperdebatkan kebenaran dan kesalahan orang lain.

Itukah bentuk sebuah pembelaan?

Bukankah munafik jika kita terlalu ringan berujar dan bertindak tanpa peduli nilai dan norma yang sejatinya merupakan ajaran agama itu sendiri? Siapakah kiranya yang menghancurkan nama sebuah kepercayaan jika hidup sebuah kenyataan yang selalu ingin diingkari?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun