Mohon tunggu...
Evi Nurhidayah
Evi Nurhidayah Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu Rumah Tangga

Madrasatul ula untuk si kecil mungil

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Mengatasi Tantrum pada Anak: Panduan Lengkap untuk Orang Tua

2 Februari 2025   11:27 Diperbarui: 2 Februari 2025   11:27 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tantrum pada anak merupakan fenomena emosional yang sering terjadi di masa balita, terutama pada anak usia 1 hingga 4 tahun. Pada tahap perkembangan ini, anak belum sepenuhnya mampu mengekspresikan perasaan dan kebutuhannya secara verbal. Akibatnya, frustrasi yang mereka rasakan sering kali mewujud dalam bentuk tangisan, teriakan, bahkan perilaku agresif seperti menendang atau melempar benda. sumber kesehatan terpercaya seperti Alodokter dan Halodoc menyebutkan bahwa tantrum bisa berlangsung antara 2 hingga 15 menit, dan sekitar 20 persen anak mengalami tantrum setidaknya sekali dalam sehari . Kondisi ini, meskipun mengganggu, merupakan bagian normal dari proses tumbuh kembang anak yang sedang belajar mengelola emosi.

Pentingnya Memahami Tantrum pada Anak

Memahami tantrum pada anak tidak hanya membantu orang tua dalam merespons situasi dengan lebih bijaksana, tetapi juga memberikan landasan untuk mendidik anak agar mampu mengelola emosinya di kemudian hari. Pada dasarnya, tantrum merupakan ekspresi dari frustrasi yang dirasakan anak ketika keinginan atau kebutuhannya tidak dapat terpenuhi. Anak yang belum memiliki kemampuan komunikasi yang baik akan kesulitan mengungkapkan perasaannya, sehingga muncul ledakan emosi yang tampak intens. Kondisi ini sering kali menimbulkan kecemasan pada orang tua, terutama ketika tantrum terjadi di tempat umum atau berlangsung cukup lama. Dengan memahami mekanisme dan penyebab tantrum, orang tua dapat mengambil langkah preventif dan strategis untuk membantu anak melalui fase emosional tersebut.

Penyebab Utama Tantrum pada Anak

Ada beberapa faktor yang menyebabkan munculnya tantrum pada anak. Pertama, keterbatasan kemampuan verbal anak menjadi faktor utama. Anak yang belum mampu mengungkapkan perasaan dan keinginannya dengan kata-kata cenderung merasa frustrasi. Misalnya, ketika anak merasa lapar, lelah, atau ingin bermain, tetapi tidak dapat menyampaikan keinginannya secara jelas, hal ini dapat memicu ledakan emosi. Kedua, kondisi fisik seperti kelelahan dan rasa lapar juga memainkan peran penting. Anak yang belum mendapatkan cukup istirahat atau nutrisi yang memadai akan lebih mudah tersulut emosinya. Selain itu, lingkungan yang terlalu penuh rangsangan, seperti keramaian atau kebisingan, dapat memicu stres pada anak sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya tantrum 

Pola asuh yang kurang konsisten juga berkontribusi terhadap munculnya tantrum. Jika anak terbiasa mendapatkan apa yang diinginkan tanpa batas, atau sebaliknya, jika orang tua terlalu keras dan tidak memberi ruang bagi anak untuk berekspresi, maka anak dapat menjadi bingung mengenai batasan dan ekspektasi yang ada. Hal ini menyebabkan frustrasi yang akhirnya meledak dalam bentuk tantrum. Selain itu, faktor emosi seperti perasaan tidak aman atau kurangnya perhatian dari orang tua juga dapat memperburuk kondisi ini. Semua faktor ini saling berkaitan dan mempengaruhi frekuensi serta intensitas tantrum pada anak, sehingga penting bagi orang tua untuk mengenali pemicunya agar dapat melakukan intervensi yang tepat.

Strategi Menghadapi Tantrum Secara Efektif

Menghadapi tantrum pada anak memerlukan ketenangan dan strategi yang terstruktur. Langkah pertama yang harus dilakukan orang tua adalah menjaga kestabilan emosi diri sendiri. Saat anak mulai menunjukkan tanda-tanda akan tantrum, reaksi marah atau panik dari orang tua justru dapat memperburuk keadaan. Oleh karena itu, penting untuk tetap tenang dan bersikap sabar. Salah satu teknik yang efektif adalah dengan mengalihkan perhatian anak. Misalnya, jika anak mulai menangis dan menunjukkan tanda-tanda amuk, Anda bisa segera menawarkan mainan favorit atau mengajak mereka melakukan aktivitas sederhana yang menyenangkan.

Seperti yang telah dilansir dari sumber Primaya Hospital,menciptakan lingkungan yang aman juga sangat penting. Pastikan area di sekitar anak bebas dari benda-benda yang bisa membahayakan jika anak mulai bergerak secara tiba-tiba. Mengamankan lingkungan tidak hanya melindungi anak secara fisik, tetapi juga membantu menenangkan pikiran orang tua sehingga dapat fokus pada penanganan emosional anak. Setelah tantrum mereda, penting untuk mengajak anak berbicara dengan nada lembut. Ajak mereka mengenali apa yang telah dirasakannya dan berikan penjelasan mengenai emosi tersebut. Misalnya, Anda bisa berkata, "Ibu tahu kamu sedih karena mainanmu belum didapatkan. Yuk, kita cari cara lain untuk bersenang-senang." Pendekatan komunikatif ini membantu anak memahami perasaan mereka dan belajar mengungkapkannya dengan cara yang lebih positif.

Membangun Keterampilan Pengelolaan Emosi Sejak Dini

Selain menghadapi tantrum saat terjadi, orang tua juga perlu fokus pada pencegahan dengan membangun keterampilan pengelolaan emosi sejak dini. Salah satu cara yang efektif adalah dengan menciptakan rutinitas harian yang konsisten. Anak akan merasa lebih aman dan nyaman ketika mereka tahu apa yang diharapkan dalam kesehariannya. Rutinitas seperti waktu makan, bermain, belajar, dan tidur yang terjadwal membantu mengurangi kecemasan yang dapat memicu tantrum.

Mengajarkan anak untuk mengungkapkan perasaannya secara verbal juga merupakan langkah penting. Anda dapat mengajak anak bermain peran atau menggambar untuk mengekspresikan emosi mereka. Misalnya, jika anak sedang merasa sedih atau marah, ajak mereka untuk menggambar wajah yang menunjukkan perasaan tersebut. Kegiatan ini tidak hanya bersifat terapeutik, tetapi juga membantu anak mengenali dan menyebutkan emosi yang dirasakannya. Selain itu, memberikan pilihan yang terbatas dalam kegiatan sehari-hari, seperti memilih pakaian atau makanan, dapat membantu anak merasa memiliki kontrol atas keputusan mereka sendiri. Dengan begitu, rasa frustrasi akibat tidak memiliki pilihan yang jelas dapat diminimalisir.Informasi ini telah dilansir dari sumber Halodoc.

Penguatan positif juga memegang peranan penting. Ketika anak berhasil mengungkapkan perasaannya dengan cara yang tepat, berikan pujian dan penghargaan. Misalnya, "Bagus sekali, kamu sudah bisa mengatakan bahwa kamu sedih karena mainan itu tidak ada." Pujian semacam ini akan menumbuhkan kepercayaan diri anak dan mendorong mereka untuk terus belajar mengelola emosinya secara mandiri.

Peran Pola Asuh dalam Mengurangi Frekuensi Tantrum

Pola asuh yang konsisten dan penuh kasih sayang adalah kunci utama dalam mengurangi frekuensi tantrum pada anak. Orang tua harus bisa menyeimbangkan antara memberikan batasan dan memberikan kebebasan kepada anak untuk berekspresi. Terlalu memanjakan anak bisa membuat mereka merasa segala keinginannya harus segera dipenuhi, sedangkan sikap yang terlalu keras dapat menimbulkan rasa takut dan kebencian. Oleh karena itu, pendekatan yang seimbang sangat diperlukan agar anak dapat belajar menghargai batasan dan sekaligus merasa dicintai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun