Mohon tunggu...
Evi Nurhidayah
Evi Nurhidayah Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu Rumah Tangga

Madrasatul ula untuk si kecil mungil

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Mengawali Tahun Baru sebagai Ibu Baru

31 Desember 2024   15:20 Diperbarui: 31 Desember 2024   15:20 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemotretan Ibu dan Anak, Cut Meyriska ( Sumber: instagram.com/cutratumeyriska)

Tahun baru kali ini terasa begitu berbeda. Bukan hanya angka di kalender yang berganti, tetapi juga sebuah peran baru yang kini melekat erat pada diri saya: seorang ibu. Kehadiran si kecil mengubah segalanya. Apa pun yang dulu menjadi prioritas utama, kini bergeser, memberi ruang untuk bayi mungil ini yang membutuhkan cinta, perhatian, dan waktu saya sepenuhnya.

Semua bermula pada malam Sabtu, tanggal 28 September 2024, di RSUD. Di ruang bersalin yang sunyi namun penuh harapan, saya melahirkan seorang bayi yang selama sembilan bulan tumbuh di dalam rahim saya. Tangis pertamanya memecah keheningan malam, membanjiri hati saya dengan kebahagiaan yang tak terlukiskan. Saat tubuh mungilnya diletakkan di pelukan saya, saya tahu, kehidupan saya tak akan pernah sama lagi. Ada cinta yang begitu besar dan tulus yang lahir bersama dengan hadirnya bayi ini.

Namun, kebahagiaan itu segera diikuti oleh tantangan besar. Saya menyadari, menjadi seorang ibu baru bukan hanya tentang momen-momen indah, tetapi juga tentang perjuangan, pengorbanan, dan adaptasi yang tidak pernah berhenti.

Sebelum dan Sesudah Kehadiran Si Kecil

Sebelum bayi kami lahir, hidup saya terasa lebih teratur. Setiap pagi dimulai dengan segelas teh hangat, rutinitas rumah tangga, dan sesi menulis artikel untuk Kompasiana---tempat saya berbagi cerita dan pengalaman tentang parenting. Saya masih memiliki waktu untuk membaca buku favorit, menonton film, atau berbincang santai bersama suami di malam hari. Hidup memang sibuk, tetapi ada ritme yang stabil yang membuat segala sesuatunya terasa terkendali.

Namun, semua itu berubah sejak malam istimewa itu. Kehadiran bayi kami mengubah segalanya. Hari-hari saya kini penuh dengan rutinitas baru yang tidak terduga. Pagi tidak lagi dimulai dengan alarm, tetapi dengan suara tangis si kecil yang memanggil saya untuk menyusuinya. Siang hari dihabiskan dengan mengganti popok, menenangkan tangisnya, atau mencoba menidurkannya di tengah lelah yang belum terbayar. Malam yang dulu menjadi waktu istirahat kini menjadi waktu tersibuk.

Begadang menjadi rutinitas baru. Hampir setiap malam, bayi saya terbangun beberapa kali, meminta perhatian. Ada kalanya saya terjaga hanya untuk menenangkan tangisannya, menggendongnya di pelukan hingga ia tertidur kembali. Ada pula malam-malam ketika saya duduk termenung di kursi sambil menyusui, tubuh terasa lelah tetapi hati tetap penuh kasih. Tidur yang dulu delapan jam penuh kini terpecah menjadi beberapa jam singkat, tetapi saya tahu, ini adalah bagian dari perjalanan menjadi seorang ibu.

Tantangan Tanpa Suami di Sisi

Tantangan ini terasa semakin berat karena saya harus menjalani semuanya sendirian. Di tengah masa nifas, ketika tubuh saya masih membutuhkan pemulihan, saya harus menjadi "tim tunggal" dalam mengurus bayi. Suami saya, yang saat itu pergi merantau di tanah Jawa untuk melaksanakan studi pascasarjananya, tidak bisa berada di sisi saya. Setiap hari, saya merindukan kehadirannya, terutama di saat-saat sulit ketika saya benar-benar membutuhkan dukungan.

Ada malam-malam di mana saya merasa begitu kewalahan. Tubuh lelah, hati lemah, dan pikiran dipenuhi kekhawatiran apakah saya cukup mampu menjalani peran ini sendirian. Saya sering duduk di samping tempat tidur bayi, menatap wajah mungilnya sambil membiarkan air mata jatuh tanpa suara. Tetapi setiap kali saya merasa tidak kuat, senyumnya yang polos menguatkan saya. Ia seperti berkata, "Ibu, aku percaya padamu."

Komunikasi dengan suami melalui telepon atau panggilan video menjadi satu-satunya cara untuk berbagi cerita, rasa lelah, dan rindu. Meskipun jarak memisahkan kami, ia selalu berusaha memberi dukungan. Kata-katanya yang penuh kasih membuat saya merasa tidak sepenuhnya sendiri.

Kabar Baik di Tahun Baru

Namun, awal tahun ini membawa kabar baik yang telah lama saya nantikan. Suami saya akhirnya pulang ke rumah. Kehadirannya menjadi hadiah terindah untuk saya dan bayi kami. Saat ia melangkah masuk ke rumah, saya merasa beban yang selama ini saya pikul seorang diri perlahan terangkat. Kini, saya tidak lagi sendiri.

Kehadiran suami mengubah segalanya. Ia dengan sigap membantu saya mengurus bayi, mulai dari mengganti popok, menidurkan si kecil, hingga menemani saya begadang di malam hari. Bahkan hanya dengan kehadirannya, saya merasa lebih kuat dan bersemangat. Kami kini menjadi tim yang utuh, bekerja bersama untuk merawat dan membesarkan buah hati kami.

Pelajaran dari Tahun Baru

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun