Pssi dalam masa transisi untuk memajukan prestasi timnas Indonesia. Fokusnya bukan hanya buat sepakbola pria, tapi kelompok putri pun patut diberikan perhatian.
Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan merekrut pelatih asal Jepang bernama Satoru Mochizuki.
Namun, mendatangkan pelatih luar tentunya belum cukup untuk mendongkrak prestasi sepakbola putri. Masih banyak PR yang mesti diselesaikan PSSI ini dalam proses pembinaan.
Salah satunya dengan kembali mengadakan kompetisi Liga 1 putri, yang terakhir berjalan pada 2019 lalu. Artinya, sudah 5 tahun kompetisi ini vakum dan entah kapan lagi dimulainya.
Bagaimana pusingnya pelatih asal Jepang ini untuk mendapatkan pemain, kalau liganya saja tidak ada. Jadinya terkesan asal comot yang belum tentu sesuai dengan kualitas, standar dan selera pelatih.
Maka tak heran, skor-skor pembantaian selalu menghiasi kekalahan bagi timnas putri di kancah internasional. Suporter pun juga tidak bisa menyalahkan para pemain dan pelatih, karena mereka tidak memiliki wadah berlabel professional untuk mengasah kemampuan mereka.
Anehnya, Indonesia justru menjadi tuan rumah kejuaraan bergengsi, yakni Piala Asia u-17 wanita.
Tanpa persiapan matang, tanpa adanya kompetisi, tentu sulit rasanya bisa bersaing dengan lawan-lawan kuat dari negara lain.
Padahal, di fase grup pun Indonesia sudah harus bertemu dengan Korea dan Filipina, yang notabane keduanya pernah lolos ke Piala Dunia wanita.
Alhasil, timnas putri u17 harus menerima kekalahan dengan skor telak di dua laga awal. Yang paling mencolok tentu skor 12-0 saat garuda pertiwi digilas Korea Selatan.