Saya pernah nyantri di pondok pesantren Al Quran, tapi saya gagal menjadi hafidzah atau hamilah. Setelah belajar membaca Al Quran bin nadlor dan tahsin, saya mulai menghafal juz 30 dan 7 surah pilihan. Selesai. Lalu mulai surah Al Baqarah, eh baru beberapa ayat saya menyerah."Ngapunten Romoyai, dalem mboten bakat menghafal Al Quran," saya mewek. Romoyai nggujeng. Memberi semangat lagi. Saya mulai lagi. Dan, saya gagal lagi. Tepatnya, merasa gagal. Putus asa.
Memang berat, Gaes. Ngapal Quran itu berat. Proses yang harus ditempuh panjang berliku. Memang, semua tergantung pertolongan Gusti Allah. Bisa lewat ikhtiar displin, tirakat dan faktor X. Ada yang sampai 10 tahun belum khatam. Ada yang baru 3 tahun, sudah mutqin.
Ceritanya juga macem-macem. Ada yang pas proses ngapal, eh kejatuhan cinta. Ada yang tiba-tiba suka musik dan nonton. Ada yang lempeng ngapal nggak mau kepecah konsentrasi, bahkan menunda sekolah formal. Ada yang macet, berhenti di juz berapa dan menjaga hapalan yang ada saja. Saya inget banget salah satu saran dari Romoyai yang dipasang di dinding tengah pondok, "Dilarang melamar dan menerima lamaran sebelum mendapat syahadah."
Ya, itu pilihan. Nafsi-nafsi. Niat, proses, ikhtiar dan hasilnya nggak sama tiap orang.
Putri sahabat saya, beberapa waktu lalu selesai menghapal 30 juz, sudah mutqin. Masih kelas 2 SMA, sedang aktif belajar jurnalistik, menjadi pengurus pesantren, dan hobi main tik tok. Saya pernah ngapload tik toknya di efbi ini. Terlihat sangat enjoy
Anak pertama kami, pernah dalam waktu 2 pekan bisa menambah hafalan 5 juz. Padahal saat itu sedang suka-sukanya belajar piano, ngejer sabuk hitam karate dan les kanan kiri untuk persiapan Ujian Nasional SMA. Tapi begitu sudah tidak banyak kegiatan, hapalannya malah mlorot tinggal 7 juz mutqin. Ndandani lagi. Mengulang lagi
Dua anak kakak saya, akhir tahun lalu selesai menghapal 30 juz. Yang satu akan wisuda S1 tahun ini, yang satu memilih tidak kuliah dulu sampai benar-benar lanyah hapalannya. Satu saudara lagi, semester 3 jurusan sulit di perguruan tinggi negri favorit. Sejak lulus SMA sudah selesai 30 juz. Bulan lalu menjadi juara LKTI Nasional. Masih sempat ngasih les anak-anak SMP dan SMA. Nyari tambahan uang jajan
Kalau ada yang nanya, kok bisa begitu? Mengapa nggak sama hasilnya meski guru dan metodenya sama? Kok ada yang mudah ada yang harus melalui proses sulit? Ya, nggak tahu. Wallahu a'lam.
Nah. Saat melihat video para santri penghafal Al Quran menutup telinga untuk menghindari mendengar musik, saya ya biasa saja. Wong yang ditutup telinga mereka sendiri. Mereka juga tidak memaksa panitia vaksinasi mematikan sound kan?
Mereka hanya sedang berusaha menjaga apa yang harus mereka jaga. Yang mereka yakini, suara musik akan mempengaruhi hapalan Al Quran mereka. Belum tentu kok mereka benci musik. Tahun depan atau lima tahun yang akan datang, bisa jadi diantara mereka menyukai jenis musik tertentu, dengan tetap mempertahankan hapalannya. Wallahu a'lam.
Seorang tokoh yang ngapload video tersebut di IG dan seorang pesohor yang komen, emang agak njelehi mungguh saya. Tapi kan karena mereka nggak tahu betapa beratnya menghapal Al Quran. Terlebih menjaganya, dan menerapkannya. Jadi ya, saya mesemi aja.