[caption caption="Memeriksa poster sebelum turun ke lapangan (Foto milik pribadi)"][/caption]Saya: ”Anda kan sudah obesity, kalau mau makan ikan trout gede yang ukuran lebih besar dari 25 cm, cukup sebulan sekali aja”
Masyarakat marginal Amerika : oh... kalau begitu, saya boleh makan ikan trout ukuran kecil tiap hari dong”
Saya: “Anda mengerti kalimat sederhana di brosur ini ?”
Masyarakat marginal Amerika:” Maaf… kaca mata saya tinggal di mobil”
Itulah kira kira diantara dialog, kalau melakukan semacam “penyuluhan” ke masyarakat marginal Amerika Serikat. Marginal di sini adalah yang berpenghasilan rendah, pendidikan rendah, dan cenderung minoritas. Tempat tinggalnya bisa di “down town,” bisa juga di ladang-ladang luar kota.
Rumah sakit tempat saya bekerja, karena milik yayasan agama, punya program pelayanan masyarat di luar waktu regular. Setiap tahun, tim medis memberikan semacam penyuluhan dan bakti sosial (baksos) gratis.
Secara internasional penyuluhan dan baksos difokuskan di negara negara Amerika Latin, Afrika dan daerah (negara) yang dilanda bencana. Di Dalam negeri, hanya dilakukan di negara bagian (state) Lousiana.
Low Literacy Skill
[caption caption="Teman teman tim medis siap siap melaksanakan penyuluhan/baksos (Foto milik pribadi)"]
Ciri-ciri orang yang “low literacy skill” adalah seperti dialog di atas. Lain yang kita bilang, lain pula yang dia maksudkan.
Tidak bawa “kaca mata” adalah diantara alasan untuk menghindari bahwa dia tidak paham dengan kalimat atau brosur yang kita sodorkan, bahkan ada juga yang memang buta huruf.
Angka orang Amerika yang “low literacy skill” ini lumayan banyak, sekitar 14%, tergolong tinggi untuk negara maju.
Persentase “tidak mampu” memahami angka (low quantitative skill) atau tak bisa membaca data, lebih tinggi lagi yaitu sekitar 22%. Kalau kita bicara angka atau menerangkan makna data, mereka umumnya memandang kosong, mengarah ke langit. Terlihat bola matanya “membolak balik”.