[caption caption="Foto bareng guru Bahasa Inggris (Sumber : dokumen pribadi)"][/caption]
Waktu datang ke Amerika Serikat, saya hanya mendampingi suami yang sedang studi lanjutan. Mau ikut studi, kemampuan Bahasa Inggris “rendah.” Ada kursus intensif di universitas biayanya AS$ 8 ribu (Rp 104 juta), “sangat mahal” untuk ukuran saya. Kemudian “search” di google, cari cari info kursus “murah” di luar universitas atau di luar college, ketemu malah yang “gratis”. Serba gratis tis tis : buku, pena, snack, kopi, transportasi dan bahkan makan malam.
Dalam bayangan, sebelum ke Amerika, di negara kapitalis pasti semuanya diukur dengan uang, mana mungkin ada yang “tanpa biaya.” Karena ketemu yang tak perlu bayar, langsung muncul semangat juang 45, pergi mendaftar. Di tempat pendaftran, ditemui seorang ibu ibu separuh baya. Dia menjelaskan kurikukulum kursus, level apa saja, siapa saja yang ikut kursus, profil pengajar, metode pengajaran dan cara mengikuti pelajaran. Kemudian saya diminta menentukan jadwal tes untuk mengetahui saya berada di level mana. Saya pilih tes seminggu kemudian, agar bisa me-review Bahasa Inggris yang pernah dipelajari.
Diajar Pembuat Soal TOEFL
Ada 6 level, plus level advance. Berdasarkan hasil tes, saya ditempatkan di level advance (tertinggi), mungkin karena skor TOEFL (Test of English as a Foreign Language) sudah 503, skor sistem yang lama (setara dengan CBT 177 atau iBT 63) sebelum datang ke Amerika. Kemudian diberi skedul kursus, dua kali seminggu, Rabu malam dan Jum’at malam (malam Sabtu).
Hari yang ditunggu dengan rasa berdebar debar, akhirnya tiba juga. Peserta kursus sudah bisa “ditebak” : mereka yang ingin studi di perguruan tinggi, dan datang dari berbagai penjuru dunia. Gurunya yang membuat kami semua “terkejut,” pengelola kursus memperkenalkan :”kalian peserta kursus sangat beruntung, karena untuk session ini, pengajarnya seorang pensiunan professor yang pernah membuat soal soal ujian TOEFL.”
Wow. Luar biasa. Bisa langsung ketemu dan diajar oleh orang yang pernah membuat soal soal ujian TOEFL. Materi yang diajarkanpun sangat menarik, yaitu : ”Bagaimana memahami isi “kepala” pembuat soal TOEFL atau apa maunya si pembuat soal.”
Aneh juga, kalau kursus Bahasa Inggris di tanah air, diajarkan trik trik menjawab soal, dan juga cara menghemat waktu saat mengikuti ujian. Tapi di tempat kursus gratis, diajarkan meng”crack” (memecahkan) isi kepala pembuat soal. Apa jawaban yang diingini oleh si pembuat soal. Jalan pikiran pembuat soal dibahas secara detail.
Satu tahun setelah kursus, saya bisa langsung mendaftar di perguruan tinggi mana saja di Amerika Serikat. Saat kuliah, bahkan ada beberapa teman Amerika heran, kok saya tak perlu ngambil kuliah pengantar Bahasa Inggris di perguruan tinggi (English 001), sementara mereka sendiri harus ambil. Saya hanya tersenyum (batinku: “siapa dulu guru Bahasa Inggrisku”).